Wapres ke IPNU: Tugas Kalian Jaga Negara Ini dari Pemahaman yang Tidak Sesuai dengan NU
Jakarta (SI Online) – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menghadiri acara peringatan Hari Lahir ke-66 Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan istigasah di GOR Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan, Ahad malam, 23 Februari 2020.
Wapres tiba di tempat acara pukul 19.30 WIB dengan didampingi Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua MPR Arsul Sani, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali, serta Ketua PBNU yang juga sekaligus Staf Khusus Wapres, Robikin Emhas.
Dalam sambutannya, Wapres berpesan kepada para pelajar NU untuk mengutamakan sikap toleransi untuk mencegah penyebaran paham radikal dan aksi terorisme.
“Kita tidak boleh membiarkan berkembangnya cara berpikir dan cara bersikap yang intoleran, yang kemudian melahirkan sikap radikalisme dan bisa menimbulkan lahirnya terorisme,” kata Kiai Ma’ruf dalam sambutannya, seperti dilansir ANTARA.
Ia juga meminta seluruh pelajar dan pelajar putri NU untuk selalu menjaga Indonesia dari pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan ajaran NU.
“Tugas kalian sekarang ke depan adalah menjaga negara ini dari pemahaman yang tidak sesuai dengan NU,” kata mantan Rais Aam PBNU itu.
Selain itu Kiai Ma’ruf juga meminta seluruh pelajar NU untuk terus mengawal Indonesia dalam kerangka kerukunan dan kedamaian.
“Jangan sampai berkembang narasi-narasi yang intoleran, narasi kebencian, narasi konflik dalam menyampaikan ajaran agama,” ujarnya.
Sebelumnya Kiai Ma’ruf juga menjelaskan peran para ulama NU dalam mewujudkan dan menjaga kemerdekaan Indonesia melalui fatwa jihad yang dikeluarkan oleh K.H. Hasyim Asy’ari pada 14 September 1945.
“Ketika Indonesia baru diproklamasikan, kemudian datang kembali penjajah yang ingin datang ke Indonesia. Ketika itu tentara belum terkonsolidasi, polisi belum terkonsolidasi. Untung, tampillah seorang ulama, pemimpin NU, Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari, menyatakan bahwa perang melawan penjajah adalah fardhu ain,” kata Kiai Ma’ruf.
Lewat fatwa tersebut, lanjut Wapres, menyebutkan bahwa berperang melawan penjajah dalam membela Tanah Air hukumnya adalah wajib dan tidak boleh diabaikan. Hal itu kemudian membuat NU, sebagai organisasi kemasyarakatan Islam, mengeluarkan fatwa yang disebut Resolusi Jihad di Surabaya pada 22 Oktober 1945.
“Resolusi Jihad inilah yang kemudian menginspirasi lahirnya perang 10 November (Pertempuran Surabaya), penjajah dapat diusir karena adanya semangat santri-santri NU. Lahirnya Resolusi Jihad 22 Oktober oleh Pak Jokowi ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional,” kata Ketua Umum MUI ini.
Penetapan Hari Santri Nasional, yang diperingati sejak 2015 itu, merupakan bentuk pengakuan negara terhadap peran santri-santri NU, termasuk yang menjadi pahlawan nasional seperti K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdul Wahid Hasyim, K.H. Wahab Hasbullah, K.H. Zainul Arifin, dan K.H. Idham Chalid.
“Banyak lagi tokoh-tokoh NU yang sudah mendapatkan gelar pahlawan nasional. Alhamdulillah. Artinya, peran NU di dalam Republik ini diakui oleh negara, bangsa Indonesia,” ujarnya.
red: farah abdillah