Warga Muslim dan Kristen Swedia Kecam Pembakaran Al-Qur’an
Stockholm (SI Online) – Warga Muslim dan Kristen telah hidup berdampingan dengan damai selama bertahun-tahun di Fisksatra, pinggiran kota yang tenang di daerah Nacka di luar Stockholm.
Bersama-sama, mereka menggelar acara “doa perdamaian”, serta festival budaya, dan bahkan berencana mendirikan rumah ibadah mereka bersebelahan.
Semangat mereka itu telah diuji oleh gelombang serangan baru-baru ini terhadap kitab suci umat Islam di Swedia, tetapi orang-orang Fisksatra bertekad untuk mengatasi tantangan itu bersama-sama.
Pada bulan Juli, anggota komunitas Muslim dan Kristen Fisksatra berdiri berdampingan di alun-alun Medborgarplatsen di Stockholm untuk memprotes penistaan terhadap Al-Qur’an.
Di antara mereka yang hadir untuk menunjukkan solidaritas adalah Carl Dahlback, vikaris paroki komunitas Nacka di Gereja Swedia.
“Itu menyentuh. Banyak Muslim datang kepada saya dan berterima kasih kepada saya karena berpartisipasi dalam protes terhadap pembakaran Al-Quran. Mereka ingin berfoto dengan saya,” kata dia dikutip dari Anadolu Agency, Selasa (15/8/2023).
Lingkaran Kebudayaan Islam Swedia (ICC), sebuah organisasi Muslim yang berbasis di Stockholm, mengatakan aksi unjuk rasa tersebut adalah protes terbesar yang diadakan sejauh ini dan memberikan contoh kepada orang-orang tentang cara hidup damai untuk mengekspresikan pandangan mereka.
Sosialisasi untuk perdamaian
ICC merencanakan beberapa kegiatan untuk meningkatkan kesadaran tentang Islam dan kitab sucinya.
Untuk ini, komunitas Muslim dan Kristen Fisksatra akan berkolaborasi, menurut Mohammad Aqib, seorang pejabat ICC.
“Kami akan mengadakan program di gereja, di mana akan ada doa dan pengajian,” kata dia kepada Anadolu.
Kelompok itu juga akan mendistribusikan salinan Al-Qur’an dengan terjemahan bahasa Swedia, bersama dengan video pendidikan di platform media sosial tentang kitab suci tersebut.
Dia juga ingin memanggil seorang cendekiawan Muslim terkemuka dari Arab Saudi untuk mengadakan pembacaan Al-Qur’an di alun-alun utama di seluruh Swedia.
Perubahan hukum
Serangan berulang terhadap Al-Qur’an di Swedia dan negara tetangganya Denmark telah menarik kecaman keras dari umat Islam di seluruh dunia dan para Muslim menyerukan pengambilan langkah-langkah untuk menghentikan tindakan tersebut.
Pada akhir Juli, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson mengatakan dia sedang “berdialog erat” dengan rekannya dari Denmark Mette Frederiksen, dan menambahkan bahwa kedua negara mengakui bahwa “situasinya berbahaya dan tindakan perlu diambil untuk memperkuat ketahanan kita.”
Kristersson mengatakan pemerintahnya akan mencari cara untuk mengatasi masalah ini, tetapi mengesampingkan perubahan besar pada undang-undang kebebasan berekspresi Swedia.
Dahlback mengatakan orang-orang yang menodai Al-Qur’an adalah pembuat onar yang ingin membuat masalah dan menyakiti orang.
Dia mengatakan tindakan ini adalah bentuk ujaran kebencian, menambahkan bahwa saat ini melawan Muslim, itu sama saja melawan Yahudi dan Kristen.
“Berhentilah melakukan ini. Datang dan bicaralah dengan kami,” ucap dia kepada mereka yang terlibat dalam aksi pelecehan ini, dan menekankan bahwa membakar Al-Qur’an adalah cara yang buruk untuk menjalankan kebebasan berekspresi seseorang.
Menurut pejabat ICC Aqib, serangan tersebut dilakukan oleh individu yang mencari perhatian dan popularitas, bukan kebencian terhadap Islam dan umat Islam.
Dia juga percaya orang-orang ini didukung dan didorong oleh kelompok politik sayap kanan.
Dahlback merasa insiden seperti itu akan berlanjut, tetapi optimis tentang perubahan positif di masa depan karena “tidak ada yang menginginkan pembuat onar menguasai dunia”.
Dia merasa bahwa undang-undang yang ada di Swedia cukup untuk mencegah lebih banyak serangan serupa.
“Banyak orang berpikir bahwa adalah mungkin untuk menggunakan hukum yang kita miliki saat ini untuk melarang pembakaran Al-Qur’an ini,” tutur dia.
Undang-undang baru yang secara eksplisit mengatur pembakaran kitab suci tidak diperlukan, karena undang-undang yang ada harus digunakan untuk menafsirkan ini sebagai ujaran kebencian terhadap kelompok agama untuk menghentikan insiden semacam itu, urai dia.
Namun, Aqib mengatakan perubahan undang-undang saat ini diperlukan untuk memastikan tidak ada ruang untuk menyalahgunakan agama atau buku agama dengan kedok kebebasan berekspresi.
“Undang-undang yang ada harus diubah sehingga tidak ada ketentuan yang membiarkan orang tidak menghormati Islam atau agama lain,” kata dia kepada Anadolu, sambil memperingatkan bahwa tindakan seperti itu dapat menyebarkan kebencian di masyarakat dan dapat menyebabkan keresahan yang lebih luas.
sumber: anadolu