Warga Palestina Kesulitan Hadapi Musim Sekolah
Gaza (SI Online) – Pekan ini, anak-anak sekolah di Jalur Gaza mulai kembali ke sekolah setelah beberapa hari liburan Idul Adha berakhir. Yang berarti bahwa ini membuka lubang baru di hati para kepala keluarga, yang sebagian besar dari mereka tidak dapat mendapatkan kebutuhan maka harian anak-anak mereka, belum lagi ditambah penyediaan perlengkapan sekolah.
Menurut para pengamat dan warga Jalur Gaza yang dilansir Pusat Informasi Palestina, Senin (27/8) biaya menyiapkan satu siswa sekolah dasar di Jalur Gaza dengan semua perlengkapan sekolahnya, tidak kurang dari 150-200 shekel (60 dolar).
Meskipun pasar telah mengalami kelesuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya di musim Idul Adha kali ini, namun musim sekolah hampir wajib bagi orang tua untuk membeli pakaian dan alat tulis untuk anak-anak mereka. Kepala rumah tangga di Jalur Gaza menanggung setidaknya 4-5 anak, yang semuanya membutuhkan pakaian penuh setiap tahun. Belum ditambah lagi dengan kebutuhan alat tulis dan lainnya.
Memperbaiki yang lama
Sangat sedikit keluarga di Jalur Gaza di masa lalu menggunakan seragam sekolah lama untuk anak-anak dan juga alat tulis untuk tahun tahun ajaran baru. Namun tahun ajaran kali ini tampaknya berbeda sama sekali. Di mana kebanyakan keluarga dan kepala keluarga yang ditemui koresponden “Pusat Informasi Palestina” menunjukkan tekadnya untuk menggunakan kembali semua perlengkapan dan seragam lama untuk anak-anak mereka, Karena ketidakmampuannya untuk membeli yang baru.
Di pasar pojok di pusat Kota Gaza, Ummu Baraa, seorang ibu dengan lima anak, sedang menunggu tukal soal sepatu untuk memperbaiki sepatu putra sulungnya agar bisa digunakan sekolah saat tahun ajaran baru pekan ini.
Kepada koresponden Pusat Informasi Palestina, dia menegaskan, “Dulu saya membelikan anak-anak saya semuanya, mulai dari pakaian seragam, sepatu dan alat tulis, dan semuanya baru saat tahun ajaran baru. Tetapi sekarang, bagaimana bisa. Gaji suami saya tidak cukup untuk memberi makan dan minum kami.”
Ummu Yunus, ibu tujuh anak yang berbagi pendapatnya, dia mengungkapkan dengan nada sedih, “Tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada gaji, tidak ada kehidupan seperti orang-orang, saya berdiri hanya bisa memandangi baju-baju sekolah?”
Warga Gaza ini menegaskan, suaminya, yang bekerja untuk Otoritas Palestina di Ramallah, kembali ke anak-anaknya pada akhir bulan dengan hany amembawa tidak lebih dari 200 shekel (50 dolar). Itu artinya mereka tidak bisa meski hanya untuk memenuhi kebutuhan pohok rumah saja.”
Ummu Yunus, seperti Ummu Barra, dia berniat memperbaiki baju-baju seragam lama untuk anak-anaknya dan hanya sebatas minimal berusaha menyediakan kebutuhan alat tulis bagi anak-anaknya agar bisa menyelesaikan pendidikan mereka.
Sanksi OP dan blokade Israel
Sudah dua tahun berturut-turut, Otoritas Palestina telah berpartisipasi dalam blokade yang diberlakukan terhadap Jalur Gaza yang sudah berlangsung selama lebih dari 12 tahun. Sementara Otoritas Palestina terus mengancam untuk memberlakukan tindakan hukuman lebih terhadap Jalur Gaza tanpa memperhatikan situasi ekonomi buruk yang terjadi di Jalur Gaza.
Dalam konteks ini, para pengamat dan analis ekonomi menegaskan bahwa daya beli warga Palestina di Jalur Gaza merosot ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka memperingatkan bahwa Jalur Gaza telah memasuki tahap keruntuhan ekonomi sepenuhnya.
Pakar ekonom Maher Tiba menegaskan bahwa langkah-langkah hukuman yang dikenakan oleh Otoritas Palestina pada Jalur Gaza, telah menjadikan keluarga-keluarga di Jalur Gaza menjadi sangat miskin. Dampak dari tindakan ini juga menimpa pada pedagang dan pelaku bisnis, kepentingan mereka terkena dampak akibat terhentinya gaji dan pengetatan blokade.
Maher Tiba menjelaskan bahwa tingkat pengangguran di Jalur Gaza mencapai 46%. Sementara tingkat pengangguran mencapai 216.000 orang. Ketika situasi berlanjut, tingkat pengangguran diperkirakan akan meningkat pada kuartal terakhir 2018, peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pakar ekonomi Palestina ini menegaskan bahwa kelompok yang paling terkena dampak adalah mereka yang memiliki sejumlah anak di sekolah. Mereka mengeluh tidak sedikitnya orang yang mengulurkan tangan. Mereka sedang menunggu orang yang memberi mereka uluran tangan untuk berkontribusi menyediakan perlengkapan sekolah untuk anak-anak mereka.
sumber: infopalestina