Waspada, Nadiem Makarim akan Ubah UU Sisdiknas
- Tujuan RUU Sisdiknas menyimpang dari Tujuan Nasional di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Keterlibatan Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan melanggar pasal 28 E ayat 1 UUD 1945 karena MASALAH KEAGAMAAN MERUPAKAN HAK ASASI MANUSIA sebagai Hak Individu yang tidak boleh diatur oleh siapapun termasuk pemerintah.
- RUU Sisdiknas sangat miskin filosofi dan substansi.
Oleh karena itu, menurut iklan itu, pengesahan RUU Sisdiknas harus ditunda sampai mencapai suatu rancangan yang menampung seluruh aspirasi masyarakat.
Sikap menolak RUU Sisdiknas dalam iklan itu didukung 38 lembaga. Antara lain: Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik, Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Kristen Indonesia, DKW Garda Bangsa Jatim, FAM Trisakti, Forum Peduli Tarumanegara, Indonesia Conference on Religion and Peace, Lakpesdam NU, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Majelis Pendidikan Kristen, Penghayatan Kepercayaan Kepada Tuhan YME, PB PMII, Perhimpunan Indonesia Tiongha DKI, Persatuan Gereja Indonesia, PWNU Jatim dan Yayasan Pembela Tanah Air.
Bukan hanya itu, Rakyat Merdeka memuat penggalangan opini Kristen. Koran itu juga ‘rela’ diselipkan selebaran gelap yang isinya hampir sama dengan iklan itu. Dalam selebaran itu jumlah yang mendukung ditolaknya RUU Sisdiknas itu lebih banyak lagi, lebih dari 100 lembaga (mungkin sebagian fiktif). Di antaranya: Yayasan Kanisius cabang Surakarta, Masyarakat Peduli Pendidikan Nasional Bali, Medan, Sintang, Pontianak, Bengkulu dan lain-lain.
Iklan yang memuat aspirasi Kristen itu ternyata tidak hanya ditawarkan ke Koran Rakyat Merdeka. Harian lain seperti Republika juga ditawari untuk memuat iklan itu. Menurut redaksi Republika, mereka ditawari iklan 38 lembaga yang menolak RUU Sisdiknas dengan tawaran iklan yang menggiurkan, tapi Republika menolak.
Selain Rakyat Merdeka, Kompas juga melakukan penggalangan opini besar-besaran untuk menentang RUU Sisdiknas. Lebih dari dua bulan, Kompas terus menerus memuat tulisan opini yang menentang RUU Sisdiknas.
Tabloid Warta Kristiani
Teror dan ancaman pengesahan RUU Sisdiknas itu semakin jelas bila dibuka media massa Kristen dan Katolik. Dalam tabloid mingguan Warta Kristiani edisi no. 13, Mei 2003 misalnya, di halaman depan tertulis: NKRI Terlalu Mahal untuk Dipertaruhkan : Diduga Kelompok Cendekiawan Tertentu ada di Balik RUU Sisdiknas.
Dalam Tabloid Kristen itu, redaksi mengancam bahwa bila RUU Sisdiknas disahkan maka mereka akan melakukan pemisahan terhadap NKRI. “Menurut pendapat yang kontra dengan RUU ini, bila pengesahan ini tetap dilaksanakan maka beberapa daerah akan mengambil sikap yang tegas dan dengan terpaksa menyatakan good bye NKRI.”
Ancaman disintegrasi itu ternyata dilemparkan oleh Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) yang juga jaringan Ulil Abshar Abdalla. Pernyataan itu dibacakan oleh Dr Musdah Mulia di Jakarta awal Mei (2003) lalu. Hadir juga dalam pertemuan itu Bhiku Walubi (wakil dari Walubi), Frans Magnis Suseno (Direktur Pasca Sarjana STF Driyakara), Mochtar Bukhori (PDIP), Zumrotin (Komnas HAM), Dian Kartika Sari (Koalisi Perempuan Indonesia), Thamrin Amal Tamagola (UI), dan Ulil Abshar Abdalla (Ketua ICRP). Dalam konferensi pers itu, ICRP juga menyatakan bahwa RUU Sisdiknas mengabaikan keberadaan dan kemajemukan agama.