RESONANSI

‘Wong Cilik’ Jadi ‘Wong Licik’

Kali ini kekuasaan kelicikannya itu diteruskan dalam konteks keberlanjutannya untuk kepentingan politik dinasti keluarganya.

Dan kebenaran “Wong Cilik” berubah menjadi ”Wong Licik” secara berkeniscayaan ketika Jokowi di-back up oleh para konglomerasi oligarki disebut sembilan naga dengan porosnya negara penguasa ekonomi dunia, RRC-Tiongkok. Yang karena licik sudah disadarinya berpeluang bersama untuk merampok negara sehabis-habisnya.

Semenjak itu euphoria korupsi, kolusi dan nepotisme mewabah. Trilogi iblis demi melanggengkan idiologi tahta, wanita dan tahta melanda membanjuri dan membajiri seluruh para elit suprastruktur lembaga tinggi negara dari DPR, MA, MK, KPK, BPK, bahkan TNI dan Polri.

Jokowi kemudian menjelmakan Indonesia tak lebih hanya menjadi the state of burrish alias negara sampah.

Sementara, menjadikan rakyatnya bertahan hidup hanya dengan mengais-ngais sampah itu, rakyat menjadi para pemulung negara belaka —dari kemajuan era industrialisasi dan informasi state extended mondial.

Jadilah, Indonesia beserta rakyatnya terperangkap dan terjerat di dalam —disparity poor state, selalu “dimiskinkan” dan “termiskinkan”.

Padahal, apa pun dibandingkan dengan pelbagai negara di manapun, Indonesia itu negara paling kaya dan sempurna. Segala SDA apa pun tersedia di bumi pertiwi ini.

Sayangnya, hanya faktor SDM yang masih ter-legacy mental terjajah, rakyat selalu “dibodohkan” dan “terbodohkan”.

Nyaris setelah 80 tahun menjadi bangsa merdeka pun, tak segera tersadar akan pentingnya membangun dan membangkitkan upaya mencerdaskan SDM yang seharusnya dilakukan dengan secara revolusioner dan luar biasa: demi menciptakan kemandirian dan keswadayaan keahlian dan teknologi untuk mewujudkan kesejahteraan dan memakmurkan rakyatnya.

Dan kuku kezaliman “Wong Licik” itu kelihatan akan masih ditancapkan dan tertancapkan, ketika penyelenggaraan transisi demokrasi Pilpres 2024 —menandai jelang persiapan keberakhiran kekuasaan Jokowi, diwarnai penuh kecurangan, kelicikan dan keculasan luar biasa karena “1000 UU” itu pun telah dilanggar dan ditabraknya.

Dan bagian terpenting dari simbolisasi Pilpres penuh kelicikan itu keniscayaannya justru dengan menggandeng Prabowo Subianto yang tengah frustrasi mengalami hattrick kekalalahan di Pilpres sebagai “keputusasaan” masa lalu karena telah merasakan dicuranginya dengan cara licik dan culas pula.

Dan kini apakah disadari oleh Prabowo pula bahwa kemenangan yang telah diraihnya sesungguhnya sangat menyesatkannya kalau pada akhirnya jabatan Presidennya hanya menjadi kekuasaan semu dan palsu.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button