Ya Rasulallah, Engkau Panutan Kami
Peringatan Maulid Nabi saw adalah momentum penting bagi umat Islam untuk mengenang lahirnya sosok manusia termulia penerang kehidupan. Dia mengangkat manusia dari kegelapan kehidupan menjadi cahaya tingginya peradaban kehidupan.
Keagungan Rasulullah saw tidak saja diakui oleh para intelektual Muslim. Tokoh-tokoh sejarah non-Muslim pun mengakuinya. Michael Hart, Will Durant, misalnya mereka berusaha melukiskan kebesaran Rasulullah saw. Padahal mereka adalah orang-orang yang tidak pernah bertemu Rasulullah bahkan mengimaninya pun tidak. Mereka hanya menyaksikan lewat lembaran sejarah.
Machael Hard (1980): ”Nabi Muhammad adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa, baik ditilik dari ukuran agama manapun maupun ruang lingkup duniawi.”
Will Durant: “Jika kita mengukur kebesaran dengan pengaruh, ia adalah seorang raksasa sejarah. Ia berjuang meningkatkan taraf ruhaniyah dan moral suatu bangsa yang tenggelam dalam panas kegersangan gurun. Dia berhasil lebih sempurna dari pembaharu manapun.”
Rasulullah adalah pemimpin di segala bidang
Rasulullah bukan sekedar pemimpin spiritual , melainkan sekaligus pemimpin politik. Dalam konteks sekarang beliau bisa disebut sebagai pemimpin negara. Hal itu bisa kita lihat dalam Piagam Madinah. “Bilamana kalian berselisih dalam suatu perkara, tempat kembali (keputusan)nya adalah kepada Allah “Azza wa Jalla, dan kepada Muhammad saw…..Apapun yang terjadi di antara pihak-pihak yang menyepakati piagam ini,berupa suatu kasus atau persengketaan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, tempat kembali (keputusan)-nya adalah kepada Allah “Azza wa Jalla dan kepada Muhammad saw” (Ibnu Hisyam, Sirah an-Nabawiyyah, 1/503-504)
Kedudukan Rasulullah saw sebagai pemegang keputusan yang wajib ditaati oleh semua kalangan yang berada dalam wilayah kekuasaan beliau, cukup jelas menunjukkan beliau adalah seorang penguasa tertinggi di wilayah tersebut.
Dalam kepemimpinannya, Rasulullah saw menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Dalam pelaksanaan penerapan syariah tersebut beliau sangat tegas. Misalnya, pada saat beliau dirayu oleh Fatimah putri kesayangan beliau untuk tidak menerapkan hukuman secara syar’i dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang wanita terpandang dari kalangan Quraisy. Beliau kemudian bersabda “Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan. Tapi bila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan had atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya.” (HR Muslim).
Dalam menjalankan roda pemerintahannya Rasulullah hanya menjadikan Islam dan syariahnya sebagai dasar. Beliau tidak mentolerir aturan yang tidak berasal dari Islam. Beliau menyatukan masyarakat yang beliau pimpin dengan ikatan yang kokoh yaitu ikatan akidah islam yang termanifestasi dalam ukhuwwah islamiyyah serta melenyapkan ikatan-ikatan ‘ashabiyyah jaahiliyyah seperti ikatan kesukuan dan kebangsaan.
Dalam kepemimpinannya beliau juga menjalankan misi agung menyebarkan Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Misi inilah yang kemudian oleh para pengganti –khulafaa– beliau sepeninggal beliau. Hasilnya, kekuasaan Islam mencapai apa yang belum pernah dicapai oleh imperium raksasa manapun dalam sejarah manusia.
Meneladani Rasulullah saw
Meneladani Rasulullah saw bukan hanya dalam aspek akidah, spiritual, moral dan sosial saja. Tapi juga teladan kepemimpinan dalam bernegara, berpolitik di dalam dan luar negeri, menjalankan pemerintahan, menerapkan hukum-hukum islam dan menyelesaikan persengketaan.
Meneladani Rasulullah berarti mengambil apa saja yang beliau bawa dan meninggalkan apa saja yang beliau larang. “Apa saja yang diberikan Rasul kepada kalian, terimalah; apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah; dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (TQS al-Hasyr [59]:7)
Menerima apa saja yang di bawa Nabi saw dan menjauhi apa saja yang beliau larang hakikatnya adalah mengambil seluruh syariah yang beliau bawa dalam segala aspek sebagai pedoman. Hal ini adalah bukti kebenaran iman. “Demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara apapun yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS an-Nisa [4]:65).
Sepeninggal Nabi saw, menjadikan beliau sebagai hakim tidak lain adalah dengan menjadikan syariah yang beliau bawa sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara yang terjadi. Yaitu menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam semua urusan kehidupan dunia ini.
Menerapkan syariah Islam secara totalitas mutlak memerlukan kekuasaan. Rasulpun telah mencontohkan bagaimana beliau memohon kekuasaan kepada Allah SWT untuk menerapkan syariah Islam. “…dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong” (TQS al-Isra’ [17]:80).
Kekuasaan yang menolong hanyalah kekuasaan yang sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah SWT, Kitabullah dan untuk menegakkan syariah-Nya.
Sejak 3 Maret 1924 peradaban Islam yang dibangun oleh Rasulullah dan dilanjutkan oleh para khalifah, runtuh. Sejak saat itu dunia kembali gelap. Kaum Muslimin tercerai berai menjadi lebih dari 50 negara dan terjajah. Derita fisik dan non fisik kian dirasakan manusia penghuni bumi. Kaum Muslimin kalah di berbagai bidang kehidupan.
Karena itu sebagaimana Nabi saw berjuang untuk mewujudkan Negara Islam di Madinah, kita pun harus berjuang untuk menerapkan syariah Islam secara total dengan menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhaaj an-Nubuwah agar dunia kembali mendapat rahmat. Wallahu a’lam bi shawab.
Dra. Irianti Aminatun
(Komunitas Penulis Bela Islam)