FINANSIAL

Zakat dan Pajak dalam Islam

Zakat ini diperintahkan oleh Allah karena dapat mensucikan harta dan jiwa, serta mendatangkan keberkahan. Kalamullah, Q.S. At-Taubah ayat 103.

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Pihak penerima zakat juga telah ditetapkan oleh Allah, yaitu delapan asnaf sebagaimana yang tertuang dalam Q.S. At-Taubah ayat 60.

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Sedangkan, pajak yang ditarik saat ini seperti mencekik rakyat. Bagaimana tidak? Di saat kesejahteraan belum mereka dapatkan, terdapat tuntutan membayar pajak yang nominalnya sangat tinggi. Mirisnya lagi, pajak berpotensi menjadi target korupsi oleh penguasa. Konon, katanya pajak digunakan untuk pembangunan infrastruktur, nyatanya fasilitas negara tidak kunjung merata. Semua serba sulit untuk rakyat kecil.

Beberapa hadist menyatakan bahwa pemungutan pajak semena-mena diharamkan oleh Islam. Dari Hasan oleh Al-Albani, Rasulullah Saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (mukus).” (HR. Abu Dawud no. 2937, Ahmad no. 5114).

Hadist lain juga menerangkan, dari Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya pemungut pajak itu berada di neraka.” (HR. Ahmad 17311, Ath-Thabrani).

Pajak Kondisi Khusus dalam Daulah Islam

Sekitar tahun 18 Hijriyah, dimasa kekhalifahan Umar bin Khatab pernah terjadi musim panceklik di wilayah Hijaz, yaitu musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan krisis pangan (dikenal dengan Aam ar-Ramadah atau tahun abu-abu).

Saat itu kondisi keuangan di baitul mal tidak dapat mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat. Akhirnya, beliau memberlakukan pungutan pajak bersifat temporal kepada laki-laki yang sudah baligh dan mampu untuk membantu menangani krisis.

Di samping itu, pajak juga dipungut kepada non-muslim laki-laki, baligh, dan mampu yang dikenal dengan sebutan jizyah. Sebagai gantinya, non-muslim mendapatkan perlindungan dari pemerintahan Islam. Pemungutan jizyah sendiri tercantum dalam Q.S. At-Taubah ayat 29:

قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صٰغِرُوْنَࣖ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak (Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan Nasrani) hingga mereka membayar jizyah dengan patuh dan mereka tunduk.”

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button