Zikrullah Versus Setan
Pada suatu hari, Bilal telah usai mengumandangkan azan tanda waktu shalat shubuh telah tiba, namun tidak seperti biasanya, subuh hari itu Rasulullah Saw belum juga hadir di Masjid untuk mengimami shalat.
Situasi tersebut membuat para sahabat gelisah. Mereka pada akhirnya sepakat mengutus Bilal ke rumah Rasulullah Saw untuk mengetahui apa yang terjadi dengan diri beliau.
Setelah mengetuk pintu, mengucapkan salam dan mendapat izin masuk, Bilal pun masuk dan langsung tertegun melihat Rasul yang masih duduk di atas sajadah shalatnya, sementara kedua mata beliau nampak bengkak karena menangis sepanjang malam.
Bilal pun bertanya: “Apa yang telah terjadi dengan dirimu ya Rasulullah?” Baginda Rasul pun menjawab: “Tadi malam, Malaikat Jibril kembali menemuiku dan menyampaikan firman Allah SWT: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang berzikir (mengingat) Allah pada saat berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Allah Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini secara sia-sia. Mahasuci Engkau, maka hindarkanlah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imraan: 190-191)
Mendengar firman Allah SWT itu, Bilal dengan nada heran berkata: “Betapa sangat indahnya firman Allah SWT tersebut, lantas mengapa Baginda Rasul menangis sepanjang malam?” Rasulullah Saw pun bersabda: “Saya khawatir umatku di kemudian hari, mereka tidak lagi membaca firman-Nya ini. Yang membacanya, tidak lagi berupaya menghayati, terlebih lagi mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya”. Allahu Akbar!
Kita tentunya paham betul, apa arti tangis Rasulullah Saw. Mustahil beliau menangis karena ummatnya masuk surga. Pasti tangis beliau didasari kekhawatiran beliau jika umatnya harus merasakan azab neraka jahanam.
Karenanya, sepatutnyalah jika kita selaku ummatnya berharap dan berupaya secara optimal, agar tidak termasuk orang-orang yang ditangisi Rasulullah Saw.
Kita harus “berjihad” -berupaya dengan sungguh-sungguh dengan memanfaatkan seluruh potensi yang Allah SWT anugerahkan kepada kita untuk ber-“zikrullah” pada setiap saat, dengan senantiasa berupaya meniti kehidupan di alam dunia ini di jalan yang diridhai-Nya.
Di antaranya dengan sesering mungkin berzikir “bil-qalb wa bil-lisan” – dengan hati dan lisan kita.
Hikmah dari berzikrullah, di samping mendekatkan seorang hamba dengan Allah SWT, juga membuat setan yang senantiasa berupaya menyesatkan manusia akan lari menjauh dari hamba-Nya serta membuatnya menjadi “Al khannaas” -seperti lalat yang kena air tidak berdaya-. Baik setan itu “Minal jinnati wan naas” dari jenis jin maupun manusia.
Karenanya tidak perlu heran, jika ada sementara orang yang merasa risi, tidak tenang bahkan terganggu konsentrasinya ketika mendengar orang lain sedang berzikrullah.
KH Athian Ali M. Da’i., Lc., M.A.