Zionis Israel Gunakan Kelompok Yaser Abu Shabab untuk Bantu Genosida?

Jakarta (SI Online) – Pengkhianat perjuangan rakyat Palestina, Yasser Abu Shabab, melarikan diri dari penjara dan sejak itu muncul sebagai pemimpin milisi yang didukung Israel di Gaza selatan.
Pada Juni lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui bahwa ia mempersenjatai dan mendukung milisi Popular Forces di Gaza untuk melawan Hamas.
“Apa salahnya ini?” katanya dalam sebuah video singkat yang ia unggah di Twitter. “Ini justru menyelamatkan nyawa tentara Israel.”
Ia tidak menjelaskan secara rinci apa yang akan dilakukan Popular Forces, namun para pakar meyakini Israel mendukung milisi tersebut dan pemimpinnya, Yasser Abu Shabab, untuk memberi “wajah Palestina” pada pembersihan etnis di Gaza.
Abu Shabab, 31 tahun, sebelumnya adalah anggota yang tidak dikenal dari suku Badui Tarabin di Gaza. Ia melarikan diri dari penjara sekitar 7 Oktober, setelah dipenjara sejak 2015 karena kasus narkoba.
Menurut laporan, narkoba itu diselundupkan ke Gaza melalui Sinai Mesir, dan menurut para analis, jalur tersebut dikendalikan oleh kelompok yang berafiliasi dengan ISIL (ISIS). Hal ini memunculkan keyakinan luas bahwa Abu Shabab memiliki hubungan dengan ISIL.
Namun dugaan afiliasi tersebut tidak menjadi masalah bagi Israel. Para analis mengatakan Israel memanfaatkannya untuk menjalankan rencana pembersihan etnis di Gaza.
Kemunculan Abu Shabab
Abu Shabab, yang memimpin milisi Popular Forces dengan kekuatan 100 orang, putus sekolah dasar, menurut Muhammad Shehada, peneliti tamu di European Council on Foreign Relations.
Meski begitu, ia memiliki kehadiran di media sosial yang canggih dan multibahasa, bahkan baru-baru ini menulis opini di Wall Street Journal yang menyatakan bahwa warga Gaza sudah meninggalkan Hamas.
Para analis meyakini citra media ini dibentuk di luar Gaza. “Dia tidak berinteraksi dengan masyarakat selama satu dekade terakhir,” kata Shehada. “Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya boneka.”
Bahkan sukunya sendiri, Tarabin, tidak menyetujui perannya di Gaza dan secara terbuka mengecamnya karena diduga bekerja sama dengan Israel.
Abu Shabab mulai menonjol pada akhir Mei 2024 setelah Zionis Israel menginvasi Rafah, Gaza selatan.