100 Hari Kepemimpinan Prabowo: Tagih Janji di Bidang Keuangan Sosial Ekonomi Syariah

Jakarta (SI Online) – Lembaga riset ekonomi INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) melalui Center of Sharia Economic Development (CSED) menyoroti pencapaian dan tantangan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam 100 hari pertama, khususnya dalam sektor keuangan sosial ekonomi syariah.
Menurut Murniati Mukhlisin, Guru Besar Akuntansi Syariah Insitut Agama Islam Tazkia yang juga Peneliti CSED-INDEF, pemerintahan Prabowo-Gibran telah mengimplementasikan berbagai kebijakan ekonomi, di antaranya:
1. Penghapusan piutang macet sebesar Rp2,4 triliun bagi 67.000 UMKM, termasuk sektor perkebunan, pertanian, dan industri kreatif.
2. Kenaikan PPN menjadi 12% untuk barang dan jasa mewah.
3. Pemberian insentif fiskal, seperti diskon tarif listrik 50% bagi pelanggan kecil dan subsidi PPN untuk properti serta kendaraan listrik.
4. Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang telah menjangkau lebih dari 3 juta penerima manfaat di 31 provinsi.
5. Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% serta kebijakan tidak mengimpor beras, garam, gula, dan jagung demi mendukung swasembada pangan nasional.
Tantangan dan Harapan
Meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan, Murniati menyoroti beberapa tantangan utama dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, antara lain:
1. Keberlanjutan pendanaan program sosial seperti MBG yang membutuhkan alokasi anggaran yang sustainabel.
2. Koordinasi pemerintahan yang belum optimal, terutama dalam pelaksanaan kebijakan inklusi keuangan dan pemberdayaan ekonomi syariah.
3. Minimnya perhatian pada peran perempuan dan penyandang disabilitas dalam kebijakan ekonomi nasional termasuk ekonomi syariah.
Dalam sektor keuangan syariah, Murniati menekankan bahwa indeks literasi keuangan syariah Indonesia masih tertinggal, yaitu hanya 39 persen, jauh di bawah indeks literasi keuangan konvensional yang mencapai 65 persen, sedangkan inklusi keuangan syariah berada di 12 persen dibandingkan konvensional 75 persen.
Oleh karena itu, perlu dorongan lebih kuat dari pemerintah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah di seluruh lapisan masyarakat, termasuk untuk perempuan dan disabilitas. Survei OJK tahun lalu itu menunjukan indeks perempuan dalam hal literasi dan inklusi lebih tinggi beberapa persen dibandingkan laki-laki, yang menjadi signal baik di masa yang akan datang.
Arah Kebijakan ke Depan
CSED-INDEF mengusulkan agar pemerintahan Prabowo-Gibran memperkuat sektor keuangan sosial ekonomi syariah melalui:
1. Integrasi zakat dan wakaf dalam pembangunan ekonomi nasional, mengingat potensi zakat Indonesia mencapai Rp326,7 triliun per tahun dan pertumbuhan aset wakaf mencapai 6 persen per tahun. Potensi wakaf uang di Indonesia: USD 12 miliar setara dengan Rp195,108 triliun. Realisasi hingga Maret 2024: USD 180 juta setara dengan Rp2,926 triliun.
2. Kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2024 mencapai rasio 46 persen, diprediksikan USD10 miliar atau setara Rp155,36 triliun pada 2030. Inovasi yang sudah ada adalah zakat bagi hasil bank syariah, wakaf linked sukuk, wakaf linked deposito, wakaf polis asuransi, wakaf saham. Animo masyarakat sangat baik dan dapat ditingkatkan lagi.
3. Memberikan perhatian khusus bagi perempuan dan penyandang disabilitas dalam hal penyusunan kebijakan, akses pada pendidikan, lapangan kerja dan usaha, infrastruktur, kesehatan, dan partisipasi publik.
4. Presiden dan segenap pejabat publik harus menjadi panutan dalam menunaikan zakat dan partisipasi di wakaf.
“Sebagai lembaga riset independen, CSED-INDEF akan terus mengawal kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran guna memastikan pencapaian visi “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045″, termasuk dalam pengembangan ekonomi berbasis syariah yang inklusif dan berkelanjutan, salah satunya dalam bidang keuangan sosial ekonomi syariah,” ujar Murniati. [ ]