2020, Islamofobia di Eropa Makin Memburuk
Era baru ‘Islamofobia yang dilembagakan’
Hafez, pada bagiannya, berbicara tentang Islamofobia di Prancis, Jerman, dan Austria.
“Jerman secara keseluruhan telah mendokumentasikan lebih dari 31.000 kasus kejahatan kebencian, termasuk 901 kejahatan kebencian anti-Muslim,” katanya, seraya menambahkan Prancis pada saat yang sama hanya mencatat total 1.142 kasus kejahatan kebencian termasuk 235 kasus terhadap Muslim.
“Jadi, daripada menganggap kejahatan kebencian terhadap Muslim lebih banyak terjadi di Jerman daripada di Prancis, orang lebih cenderung mempertanyakan seberapa serius otoritas kepolisian Prancis mendokumentasikan kejahatan kebencian secara umum,” katanya.
Hafez juga menyebutkan sampul depan laporan tersebut, menjelaskan mengapa mereka memilih Macron sementara pandemi Covid-19 memiliki dampak yang bertahan lama pada tahun 2021.
“Karena menurut kami di tahun 2020 ini ada era baru dalam pelembagaan Islamofobia negara yang bisa kita amati,” ujarnya.
Hassani menjelaskan situasi di Denmark, sementara Smits memberikan informasi tentang Belanda, yang juga mereka sebutkan dalam laporan tersebut.
Edisi tahun ini mengumpulkan 37 cendekiawan, pakar, dan aktivis masyarakat sipil lokal yang berspesialisasi dalam rasisme dan hak asasi manusia, selain 31 laporan tentang negara-negara Eropa yang “dianggap” rasis, dan menyelidiki secara rinci dinamika mendasar yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kebangkitan rasisme anti-Muslim di Eropa pada tahun 2020.
Laporan ini didukung oleh International Islamophobia Studies and Research Association (IISRA), Othering and Belonging Institute di University of California, Center for Security, Race, and Rights di Rutgers University, International Islamophobia Studies Center, the Islamophobia Research and Documentation Project. (IRDP) di Pusat Ras dan Gender di Universitas California, Studi Etnis dan Diaspora Arab dan Muslim (AMED) di Universitas Negeri San Francisco, dan Institut Leopold Weiss.
sumber: Anadolu Agency