UU ITE Alat Bungkam Kritik, Bukti Rezim Represif?
Ahmad Dhani menambah rentetan panjang korban dari pasal karet UU ITE. Cuitannya di Twitter berbuah vonis 1 tahun 6 bulan penjara. Kini ia harus merasakan dinginnya lantai LP Cipinang. Akibat tudingan ujaran kebencian yang menjadi sorotan.
Ya, Ahmad Dhani hanya salah satu dari sederet korban pasal karet UU ITE yang disalahgunakan. Sebelumnya Asma Dewi dan Jonru Ginting telah lebih dahulu menjadi korban. Herannya mereka adalah orang-orang yang selama ini kritis dan vokal terhadap penguasa.
Alih-alih berbagai kritik itu ditanggapi dengan baik. Si Kritis justru dicari-cari kesalahannya agar berakhir di jeruji besi. UU ITE pun kembali menjadi alat mujarab untuk membungkam kritik.
Penerapan UU ITE yang seolah menjadi alat membungkam kritik ini pun dikritik banyak pihak. Koordinator Paguyuban Korban UU ITE, Muhammad Arsyad, menilai UU ITE banyak digunakan untuk memberangus kebebasan berpendapat dan membungkam kritik. Jika dilihat dari timpangnya relasi kuasa antara pelapor dan terlapor. Banyak pelapor yang berasal dari kalangan pejabat, aparat, dan pemodal. (tempo.co, 5/11/2019).
Senada dengannya, Dahnil Azhar Simanjuntak mengkritisi penerapan UU ITE yang banyak digunakan untuk melindungi pihak-pihak yang mendukung pemerintah. Sebaliknya menjadi alat pukul bagi pihak yang berseberangan atau berbeda dengan pemerintah.
Masih menurutnya, ada banyak kasus dimana pejabat publik yang merasa terganggu dengan kritik, menggunakan UU ITE untuk menjerat pihak oposisi. Tercatat lebih dari 35% pelapor terkait dengan pelanggaran UU ITE adalah pejabat negara. (bisnis.com, 5/2/2019).
Bukan hal yang mustahil jika di tahun panas politik ini, UU ITE semakin galak memukul oposisi. Di satu sisi menjadi alat yang ampuh untuk melindungi kawan politik. Hal ini dapat dilihat bagaimana aparat garang mengusut kasus Ahmad Dhani. Tapi seolah tak bergigi mengusut kasus umpatan sarkasme Bupati Boyolali.
Bahkan hingga hari ini publik masih dibuat tanda tanya. Hilangnya taring aparat menghadapi berbagai kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian dari pihak pendukung petanahan. Ade Armando masih bebas berkicau dengan cuitan yang tak bermutu. Abu Janda masih asyik memfitnah sana sini. Sementara Denny Siregar tanpa malu menghina dan menista.