Kecurangan dan Kebohongan akan Membinasakan
Pemilu 2019 baru saja usai. Namun perjuangan untuk mendapat pemimpin idaman belum selesai. Rakyat masih harus bersabar. Rakyat masih menunggu dengan harap-harap cemas siapa yang akan menjadi pemimpin dalam lima tahun ke depan. Sembari terus memantau dan mengawal jalannya penghitungan suara sampai finalnya oleh KPU.
Aroma kecurangan kian menyengat, bahkan sejak awalnya. Mulai dari daftar pemilih yang amburadul, ktp yang mencurigakan, pelanggaran kampanye yang dibiarkan, aparat yang tidak netral, adanya surat suara yang tercoblos di berbagai tempat, politik uang yang luar biasa massif, sampai kesalahan input data suara yang menuntungkan salah satu calon. Amburadul dan brutal. Semua terjadi secara terbuka di depan mata.
Meski banyak terjadi kecurangan nampaknya tidak ada keseriusan pihak berwenang untuk mengusut apalagi menghentikan. Pembiaran semacam inilah yang membuat rakyat semakin muak dan tidak percaya lagi pada institusi yang ada. Rakyat yang ingin perubahan tentu geram, marah dan kian panas atas segala bentuk kecurangan dan kebohongan yang ditampilkan selama ini. Mereka turun sendiri ke lapangan untuk mengawasi dan merekam segala bentuk kecurangan yang mereka temui. Mengumpulkan sebanyak mungkin bukti kecurangan. Bisa dilihat di berbagai media sosial beragam video yang merekam adanya kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.
Realita ini semakin menguatkan betapa demokrasi sangat bobrok. Pemilu yang diharapkan bisa berlangsung jujur dan adil nyatanya malah memperlihatkan ketamakan penguasa pada kekuasaan. Mengkhianati jargon demokrasi itu sendiri. Dimana dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tak lebih hanya pepesan kosong belaka. Yang didengungkan ketika masa kampanye untuk meraup simpati dan suara rakyat.
Demokrasi Menyuburkan Kecurangan
Demokrasi hanya berpihak pada mereka yang punya kekuasaan dan uang. Rakyat tak punya kuasa apapun. Mereka hanya objek penderita. Rakyat gigit jari menelan ludah akibat ulah penguasa curang yang haus kekuasaan. Rakyat harus berjuang sendiri mendapatkan keadilan bagi mereka. Sementara penguasa dengan berbagai cara mempertahankan kursi kekuasaan, meski harus berhadapan dengan rakyatnya sendiri. Tak ada kepentingan rakyat, yang ada hanyalah kepentingan penguasa dan pemilik modal.
Begitulah ketika sudah rakus pada kekuasaan, maka apapun akan dilakukan untuk meraih dan mempertahankannya. Prinsip menghalalkan segala macam cara inilah yang membuat manusia tak takut melanggar aturan hukum yang berlaku. Terlebih lagi aturan Tuhan. Maka kebohongan, kecurangan, manipulasi, rekayasa dan segala bentuk penipuan menjadi semakin merajalela.
Dalam alam demokrasi, sangat lumrah dan jamak ketika mereka yang memiliki modal atau uang bisa mengendalikan kekuasaan semaunya. Siapa yang punya modal maka dialah yang berkuasa. Jika tak punya modal jangan harap bisa menikmati kekuasaan. Inilah yang mengakibatkan para politisi mau bekerjasama dengan para pemilik modal (kapitalis), meski merugikan kepentingan rakyat. Dengan seperangkat kesepakatan yang menguntungkan para pemilik modal tersebut. Sehingga ketika sudah menjadi penguasa, maka wajar jika kebijakan atau aturan yang dibuat malah menguntungkan pemodal atau dirinya sendiri. Sementara di sisi lain, rakyat terabaikan urusannya.
Ketika yang melakukan kecurangan dilakukan oleh mereka yang berkuasa, maka dampaknya akan dahsyat. Akibatnya akan merugikan masyarakat luas. Ini karena mereka punya dana dan perangkat untuk mendukung kecurangan itu. Ia dibuat secara sistemis dan dikampanyekan melalui berbagai media yang berada di kubu penguasa. Setiap saat setiap waktu disampaikan berulang-ulang secara terus-menerus di tengah masyarakat. Sampai melekat di dalam benak. Sehingga tak heran jika kecurangan dan kebohongan itu nampak nyata. Sampai rakyat mengamininya sebagai suatu kebenaran dan keadilan bagi mereka. Padahal sebenarnya adalah kedustaan yang membawa kehancuran.
Demokrasi sejatinya adalah alat kapitalisme untuk melanggengkan kekuasaannya. Tak mengherankan jika pemimpin atau penguasa yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang berasaskan manfaat. Hanya melihat pada keuntungan, bukan pada benar-salah atau halal-haram. Jangankan aturan Tuhan, aturan yang dibuat manusia sendiri pun tak ragu dilanggar. Ketika ada yang menghalangi jalan mereka dari tujuan, maka apapun akan disingkirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, termasuk dengan berdusta dan berbuat curang. Itulah watak penguasa dalam sistem kapitalis.
Jadi, masihkah berharap adanya pemilu yang adil di alam demokrasi jika yang memegang kendali adalah para kapitalis pemilik modal? Dimana uang bisa mengatur semuanya.
Kecurangan akan Membinasakan
Hendaklah hadits berikut ini menjadi sandaran bagi para pemegang kekuasaan. Dari Ma’qil Bin Yasâr Radhiyallahu anhu berkata, aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya.” (Muttafaq alaih).
Tak ada kebohongan yang abadi. Begitu pula tak ada kecurangan yang akan berlangsung selamanya. Suatu saat akan terbongkar. Seperti peribahasa: Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Sepandai-pandainya orang menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga baunya. Kebohongan atau kedustaan melekat pada suatu kecurangan. Orang yang berbuat curang pastinya akan menguatkannya dengan kebohongan-kebohongan. Semakin besar kecurangan maka semakin banyak kebohongan itu dilakukan.
Padahal dalam Islam, kebohongan sangat dicela. Begitu juga dengan kecurangan. Keduanya sangat dibenci oleh Allah. Dan balasan bagi mereka yang melakukan kebohongan pun sangat pedih.
Renungkan kembali firman Allah berikut; “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong/pendusta.” (QS An Nahl 16:105)
Sangat parah jika ada manusia yang dikatakan oleh Allah sebagai pendusta/pembohong, sementara hatinya tak merasa takut sama sekali.
“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kelaliman, dan kelaliman itu akan menghantarkan ke neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Maka, adakah balasan yang lebih buruk bagi pembohong dan penguasa curang selain neraka? Disebut sebagai pendusta oleh Allah, diharamkan surga, serta diancam dengan neraka adalah suatu kebinasaan bagi mereka yang suka berbohong dan berbuat curang. Tak ada keselamatan bagi para pendusta dan yang berbuat curang, di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish-shawab.
Dina Dwi Nurcahyani
(Komunitas Dakwah Muslimah Malang)