OPINI

Tolak, Perempuan Tidak Butuh RUU P-KS!

Gelombang penolakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-KS) terus berdatangan. Aksi tolak RUUP-KS berlangsung di beberapa kota di Indonesia pada Ahad, 21/7/2019. Di Bandung, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Peduli Perempuan melakukan aksi simpatik tolak RUUP-KS di Car Free Day (CFD) Dago (republika.com, 21/7/2019).

Sementara di Samarinda, Gerakan Peduli Generasi Indonesia (GPGI) melakukan aksi simpatik dengan menggalang tanda tangan penolakan RUUP-KS di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur. (suaraislam.id, 21/7/2019).

Jakarta pun tak lepas dari aksi tolak RUUP-KS. Diberitakan republika.co.id, 21/7/2019, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Cerahkan Negeri (ACR) melakukan aksi simpatik tolak RUUP-KS di Bundaran HI, Jakarta Pusat.

Seperti diketahui publik, RUUP-KS telah masuk pembahasan DPR pada Rabu, 18/7/2019. RUU yang diinisiasi dan diusulkan DPR sejak 2016 ini, sempat mandek karena bergulir pro dan kontra di tengah publik. DPR menargetkan RUU yang digagas Komnas Perempuan ini disahkan Agustus mendatang.

Aroma Sekularisasi dan Liberalisasi ala Feminis

Maraknya aksi tolak RUUP-KS tak terlepas dari kentalnya aroma sekularisasi dalam RUUP-KS. Ketua Perkumpulan Penggiat Keluara (GiGa) Indonesia, Prof. Euis Sunarti mengatakan RUU ini memiliki satu masalah serius, yaitu memisahkan agama dari keseharian masyarakat.

Prof Euis juga memandang bahwa RUU ini tidak memenuhi harapan dari masyarakat kebanyakan di Indonesia, yaitu soal kekerasan seksual itu tidak dipisahkan dari penyimpangan seksual. RUU ini pun terasa aneh karena kekerasan seksual diatur dalam RUU ini. Namun, penyimpangannya tidak diakomodir. Padahal harapan masyarakat adalah ketika dirumuskan satu undang-undang, tidak hanya menyoal kekerasan, tetapi juga kejahatan dan penyimpangan seksual. (kiblat.net, 29/1/2019).

Tak hanya aroma sekularisasi yang tercium dari RUUP-KS ini. Feminisme dan liberalisasi pun tercium tajam dalam RUUP-KS ini. Majelis Nasional Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) dalam pernyataan tertulisnya, menyampaikan bahwa Forhati menolak RUUP-KS. Forhati menilai RUU tersebut melanggar norma agama, serta sarat dengan muatan feminisme dan liberalisme.

Masih menurut Forhati, secara sosiologis, adanya muatan feminisme dan liberalisme ini, memungkinkan munculnya celah legalisasi tindakan LGBT, serta pergaulan bebas. (suaraislam.id, 16/7/2019).

Mengerikan. Kata yang tepat jika RUUP-KS ini sukses disahkan. Rusaknya generasi menjadi taruhan. Sekularisasi dan liberalisasi pada perempuan dan generasi muda dipastikan semakin menggila. Sementara kaum feminisme dan kaum pelangi yang berada di balik layar RUUP-KS dipastikan tertawa senang. Maka, sebagai ibu generasi semestinya kita tak boleh diam. Oleh karena itu, menolak RUUP-KS sangat mendesak untuk diseru dan dilakukan.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button