Menghalalkan Zina itu Murtad
“Penelitian ini berkesimpulan bahwa konsep ‘milk al yamin’ Muhammad Syahrur merupakan sebuah teori baru yang dapat dijadikan sebagai justifikasi terhadap keabsahan hubungan seksual nonmarital. Dengan teori ini, maka hubungan seksual nonmarital adalah sah menurut syariah sebagaimana sahnya hubungan seksual marital. Dengan demikian, konsep ini menawarkan akses hubungan seksual yang lebih luas dibanding konsep milk al yamin tradisionalis.”
Di atas adalah kesimpulan disertasi yang berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual non Marital.”
Ditulis oleh Abdul Aziz, mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Media sosial ramai. Sehingga tim penguji merasa perlu melakukan konferensi pers untuk mengklarifikasi. Pada press release yang tersebar di medsos, ternyata para penguji keberatan dengan karya tulis tersebut. Sehingga ketua sidang, Prof. Yudian Wahyudi, PhD. yang juga Rektor UIN Sunan Kaljaga mengatakan, “Dengan demikian draft disertasi yang diujikan tanggal 28 Agustus harus direvisi sesuai dengan kritik dan saran para penguji”.
Ujian promosi doktor atau ujian terbuka itu semacam seremonial akademik. Pasti lulus. Karena sebelum melakukan ujian promosi, seorang mahasiswa sudah menempuh empat kali ujian. Diawali dengan ujian komprehensif lalu ujian proposal. Dilanjutkan ujian pendahuluan dan ujian tertutup. Maka, biasanya ketika ujian promosi doktor SK kelulusan sudah dibuat. Tinggal dibacakan setelah prosesi ujian selesai. Diakhiri dengan makan-makan sebagai tasyakuran.
Dengan demikian, normalnya disertasi tersebut sudah melalui proses yang berliku. Maka ketika terjadi kegaduhan setelah ujian terbuka. Publik menjadi bertanya, “seliberal itukah kultur akademik UIN Jogja?”
Hubungan seks nonmarital adalah hubungan seks di luar nikah. Praktek tersebut dinilai sah secara syariah dengan memakai teori milk al yamin. Yaitu kepemilikan budak perempuan. Itulah hasil kajian Abdul Aziz terhadap pemikiran Syahrur.
Dalam al Quran memang terdapat ayat yang membolehkan seorang laki-laki menggauli budak perempuannya. Tanpa akad nikah. Seperti pada surat Al Ahzab: 50, An Nur: 31 dan Al Mukminun: 5-6.
“Dan orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela.” (Al Mukminun: 5-6)
Hari ini tidak ada lagi budak. Karena itu kemudian Syahrur meluaskan kebolehan menggauli budak ini dengan jenis hubungan seksual yang tidak normal lainnya. Seperti nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah misyar (kawin kontrak) bahkan samen leven (kumpul kebo).