Piagam Madinah
Setelah membangun masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar, maka langkah ketiga yang dilakukan Rasulullah di Madinah adalah membuat Undang-undang Dasar (dustur).
Asas ini merupakan pekerjaan terpenting yang dilakukan Nabi Saw sehubungan dengan nilai perundang-undangan bagi negara baru di Madinah. Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa tidak lama setelah Nabi Saw tinggal di Madinah, semua orang Arab dari penduduk Madinah memeluk Islam. Seluruh kaum Anshar telah memeluk Islam kecuali beberapa orang kabilah dari kaum Aus. Nabi Saw kemudian menulis sebuah Piagam Perjanjian antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan kaum Yahudi. Dalam perjanjian itu ditegaskan secara gamblang mengenai penetapan kebebasan beragama dan hak kepemilikan harta benda mereka serta syarat-syarat lain yang saling mengikat kedua belah pihak.
Menurut Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy dalam kitab Fiqhus Sirah, sebagian isi Piagam Perjanjian itu adalah:
Pertama, kaum Muslimin, baik yang berasal dari Qurays, dari Madinah maupun dari kabilah lain yang bergabung dengan berjuang bersama-sama semua itu adalah satu umat.
Kedua, semua kaum Mukminin, dari kabilah mana saja, harus membayar diyat (denda) orang yang terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil antarsesama kaum Mukminin.
Ketiga, kaum Mukminin tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang tidak mampu membayar utang atau denda; mereka harus menolongnya untuk membayar utang atau denda tersebut.
Keempat, kaum Mukminin yang bertakwa bertindak terhadap orang dari keluarganya sendiri yang berbuat kezaliman, kajahatan, permusuhan atau perusakan. Terhadap perbuatan semacam itu, semua kaum Mukminin akan mengambil tindakan bersama sekalipun yang berbuat kejahatan itu anak salah seorang dari mereka sendiri.
Kelima, seorang Mukmin tidak boleh membunuh orang Mukmin lainnya lantaran ia membunuh seorang kafir. Seorang Mukmin tidak boleh membantu seorang kafir untuk melawan Mukmin lainnya.
Keenam, jaminan Allah adalah satu, dia melindungi orang-orang yang lemah atas orang-orang yang kuat. Orang Mukmin saling menolong sesama mereka dalam menghadapi gangguan orang lain.
Ketujuh, setiap Mukmin yang telah mengakui berlakunya perjanjian sebagaimana termaktub di dalam naskah, jika ia benar-benar beriman kepada Allah Swt dan hari akhir, niscaya ia tidak akan memberikan pertolongan dan perlindungan kepada orang yang berbuat kejahatan. Apabila ia menolong dan melindungi orang yang berbuat kejahatan, ia terkena laknat dan murka Allah Swt pada hari kiamat.
Kedelapan, di saat menghadapi peperangan, orang-orang Yahudi turut memikul biaya bersama-sama kaum Muslimin.
Kesembilan, orang-orang Yahudi dari bani ‘Auf dipandang sebagai bagian dari kaum Mukminin. Orang-orang Yahudi tetap pada agama mereka dan kaum muslimin pun tetap pada agamanya sendiri kecuali orang yang berbuat kezaliman dan kejahatan maka sesungguhnya dia telah membinasakan diri dan keluarganya sendiri.
Kesepuluh, orang-orang Yahudi harus memikul biayanya sendiri dan kaum Muslimin pun harus memikul biayanya sendiri dalam melaksanakan kewajiban dalam memberikan pertolongan secara timbal balik dalam melawan pihak lain yang memerangi salah satu pihak yang terkait dalam perjanjian itu.
Kesebelas, jika di antara orang-orang yang terikat perjanjian ini terjadi pertentangan atau perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, perkaranya dikembalikan kepada Allah Swt dan Muhammad Rasulullah.
Keduabelas, setiap orang dijamin keselamatannya untuk meninggalkan atau tetap tinggal di Madinah kecuali orang yang berbuat kezaliman dan kejahatan.
Ketigabelas, sesungguhnya Allah SWT yang akan melindungi pihak yang berbuat kebajikan dan takwa.
Dengan adanya perjanjian ini, Rasulullah telah mengatur masyarakat baru dengan aturan baru pula sesuai dengan nilai-nilai Islam dan guna mengabdi terhadap kepentingan Daulah Islam. Aturan inilah yang dalam istilah sekarang disebut sebagai dustur (Undang-undang Dasar). Ini menjadi bukti bahwa sejak berdirinya, Daulah Islam telah ditopang dengan perangkat perundang-undangan yang diperlukan oleh setiap negara manapun. Wallahu a’lam.
Shodiq Ramadhan