The Rapist ‘Reynhard’, Bukti Ganasnya Virus Sekuler-Liberal
Indonesia kembali tercoreng akibat ulah WNI nya. Reynhard Sinaga (36 tahun), Pria asal Jambi menjadi perbincangan dunia. Kasus pemerkosaan terhadap 48 pria di Inggris menyebabkan ia divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris. Kasus Reynhard disebut sebagai kejahatan perkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris. Pihak berwenang Inggris mengungkap ada 195 video kekerasan seksual yang dilakukan pria tersebut. Korbannya diperkosa berkali-kali.
Reynhard disebut tiba di Inggris dengan visa pelajar pada 2007. Dia berhasil menyandang dua gelar dalam bidang sosiologi dari University of Manchester. Reynhard kini tengah menempuh pendidikan doktoral atau PhD di Universitas Leeds, namun diskors. (Detik.com, 8/1/2020). Pendidikan tinggi di bawah asuhan kapitalisme terbukti tak menjadikan seseorang memiliki perilaku beradab.
Sebagian besar para korban Reynhard adalah mereka yang mengidap homoseksual atau hetereseksual. Dia sendiri juga mengidap perilaku menyimpang tersebut. Betapa virus eljibiti semakin merebak di masyarakat. Para pemuja kebebasan begitu massif mengampanyekan kaum pelangi ini. Para pengidap virus pelangi bahkan tak malu lagi mengakuinya di hadapan publik. Masih teringat kuat gempuran gerakan mendukung eljibiti sangat gencar dilakukan. Seperti kampanye tahunan Liga Inggris pada Desember 2019 lalu. Bendera pelangi berkibar saat pertandingan antara Brighton vs Wolves di Stadion The Amex pada Ahad, 8 Desember 2019. Kampanye ini bernama Rainbow Laces sebagai bentuk dukungan Liga Primer Inggris kepada kaum eljibiti.
Tak cukup disitu, produsen Film superhero, Marvel, juga akan memastikan hadirnya superhero LGBTQ dalam film yang akan mereka rilis. Presiden Marvel, Kevin Feige, mengatakan saat ini Marvel sedang melakukan syuting film yang akan menampilkan karakter LGBQ.
Di Indonesia juga tak kalah heboh. Kampanye mendukung kaum pelangi ini dirupakan dalam karya film yang mendapat banyak penghargaan. Film Karya Garin Nugroho, ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ menuai kontroversi. Sebab, film itu dinilai sebagai bentuk kampanye mendukung gerakan ejibit di Nusantara. Film ini mewakili Indonesia di ajang Academy Award 2020. Bahkan mendapat banyak nominasi di FFI 2019. Artinya, keberadaan film bertajuk eljibiti mulai diterima masyarakat. Sungguh miris dan menyedihkan! Negeri berpenduduk mayoritas muslim di dunia justru memberi angin bahkan penghargaan terhadap karya yang dapat merusak moral anak bangsa. Belum lagi Dinkes DKI Jakarta menyebut hubungan seks kaum gay menjadi tren baru penularan HIV/AIDS.
Merebaknya gerakan kaum eljibiti tidak serta merta berdiri sendiri. Semakin hari mereka makin vulgar dan berani mengampanyekan perilaku merusak ini. Hal ini disebabkan karena beberapa hal. Pertama, nilai kebebasan yang diproduksi oleh sistem demokrasi dan akidah sekuler-liberal menjadi dalih pembenaran atas perilaku tersebut. Seni itu bebas nilai, agama tak boleh turut campur. Alhasil, lahirlah karya seni yang bertentangan dengan moral agama dan masyarakat. Mereka menganggap setiap individu memiliki kebebasan untuk mengekspresikan ide dan perilakunya.
Tak ada standar benar dan salah dalam prinsip kebebasan. Kebebasan diukur berdasar penilaian relatif individu. Di negara Barat, kebebasan ini bahkan dijamin oleh Undang-Undang mereka. Tak heran bila nikah sesama jenis dilegalkan disana. Padahal, faktanya justru perilaku menyimpang ini memiliki bahaya yang lebih besar dibanding kejahatan biasa. Naluri cemburu pada para penyuka sesama jenis lebih besar dibanding dengan lawan jenis. Akibatnya, mereka berani melakukan kriminalitas lainnya yang jauh dari nalar dan akal sehat manusia.
Kedua, dukungan korporasi. Sudah jamak diketahui, keberadaan kaum pelangi ini makin besar karena didukung para korporat besar di dunia. Diantara korporasi yang ikut mendukung kampanye kaum eljibiti, yaitu: Apple. Secara terbuka mereka mendukung LGBTQ dan menolak hukum anti LGBTQ yang dibuat oleh Indiana & Arkansas. Lalu Nordstorm. Menjadi perusahaan yang paling ramah dengan LGBTQ. Mereka mendukung hak para pekerjanya untuk menikah sesama jenis.
Berikutnya Facebook. Platform media sosial populer ini menjadi pendukung berat kaum LGBTQ. Setiap tulisan yang mengarah pada kebencian kelompok ini akan diblokir oleh mereka. Selanjutnya Google. Secara terbuka mereka mendukung LGBTQ melalui iklan, doodle, dan berbagai kebijakan kantor yang mendorong para pekerja LGBTQ untuk bangga dengan identitasnya. Terakhir, Microsoft. Secara khusus mereka berkomitmen mendukung kaum LGBTQ mendapat hak menikah di AS. Masih banyak perusahaan besar yang ikut menggalang kekuatan mendukung kaum ini. Komunitas eljibiti merupakan pasar yang sangat besar. Dukungan korporasi bukan semata ingin membela hak-hak mereka. Namun, ada ceruk pasar yang menggiurkan dan menjanjikan bagi bisnis mereka.
Ketiga, dukungan lembaga internasional seperti PBB. Kaum ini kerap mendapat pembelaan dari pegiat HAM. Tak boleh ada yang melarang pilihan hidup mereka. Karena setiap manusia memiliki hak hidup sama. Jika anggapan ini terus dibiarkan tanpa ada penanganan, maka keberlangsungan generasi akan terancam punah. Pada 13 Desember 2008, PBB secara resmi mengakui hak-hak eljibiti dalam Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity. Sepak terjang kaum pelangi sudah mendapat banyak sambutan dan dukungan dari dunia. Pernikahan sesama jenis bukan lagi hal tabu di masyarakat Barat. Bahkan atas nama HAM dan kebebasan, hal itu pun dilegalkan oleh negara.
Pada akhirnya, kampanye itu berakibat fatal pada mereka sendiri. Di Inggris yang notabene menjadi pendukung kuat kaum LGBTQ, para pemudanya justru menjadi korban keganasan perilaku menyimpang ini. Predator seksual berkeliaran tanpa rasa takut. Menyasar dan menarget muda mudi untuk memuaskan nafsu bejatnya. Inilah bukti bagaimana kehidupan sekuler-liberal memberi hasil meyakinkan bahwa kerusakan generasi menjadi tak terelakkan lagi. Penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS menjadi tak terkendali penyebarannya. Dan penularan HIV/AIDS justru sangat rentan dan cepat terjadi pada kalangan homoseksual atau heteroseksual. Meski, juga bisa terjadi pada pelaku zina.
Betapa kehidupan yang dibangun dengan asas kebebasan, terlepasnya agama dari kehidupan, dan liberalisasi pemikiran telah merusak fitrah dan akal manusia. Bahkan menempatkannya pada tempat yang lebih hina dari perilaku hewan. Akibat mendewakan kebebasan sebagai prinsip dasar demokrasi kapitalis, tatanan kehidupan ini hancur. Wallahu a’lam.
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban