Kediri ‘Angker’?
Pernyataan mengejutkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung berhasil menyita perhatian publik.
Dalam kunjungannya memberikan sambutan di hadapan para kiai sepuh pengasuh Ponpes Hidayatul Mubtadien, Lirboyo, ia mengatakan Kediri sebagai tempat angker untuk Presiden. Ia memberi masukan kepada Presiden agar tidak berkunjung ke Kediri menyusul rencana kunjungannya meresmikam ground beaking Bandara baru April mendatang.
Ia bercerita bahwa dahulu, Presiden keempat, KH. Abdurrahman Wahid sempat berkunjung ke Kediri. Setelahnya, ada gejolak di Ibu Kota yang akhirnya membuat Gus Dur lengser dari kursi Presiden. Hal ini pun ditanggapi oleh politisi Demokrai, Andi Arief, mitos semacam itu tak berlaku. Buktinya, SBY pernah dua kali ke Kediri tidak lengser seperti yang diyakini Pramono Anung.
Agak lucu mendengarnya. Seorang alumni ITB, politisi, dan pejabat tinggi masih saja percaya dengan klenik semacam ini. Ada apa? Ini menandakan posisi Jokowi memang sedang tidak stabil. Dengan berbagai problem yang membayangi periode kepemimpinannya, kursi kepemimpinannya bisa goyang kapan saja. Terlebih, di masa periode kedua ini, Jokowi banyak menetapkan kebijakan yang cukup memilukan bagi rakyat. Produk UU atau RUU yang juga cukup mengkhawatirkan bagi masa depan bangsa. Seperti revisi UU KPK dan RUU Omnibus Law yang dinilai lebih banyak menguntungkan pengusaha kapital dibanding nasib buruh dan rakyat bawah.
Mitos terhadap ‘angker’nya Kediri bisa menjadi kenyataan bila Jokowi tak segera mengubah kebijakannya yang pro kapitalis-liberal. Mitos itu bisa menjadi tamparan bagi Presiden. Berhati-hatilah dalam mngembanjabatan dan kekuasaan. Sebagai orang nomor satu di negeri ini, satu tanda tangannya bisa mengubah nasib rakyat. Kata-katanya direkam masyarakat. Tindak tanduknya akan menjadi saksi sejarah kepemimpinannya. Adil atau zalim. Amanah atau khianat. Jujur atau bohong. Semua mata memperhatikannya.
Jadi, bila ingin percaya klenik silakan saja. Cuma, perlu digarisbawahi, Gus Dur lengser bukan karena Kediri angker. Gus Dur lengser karena permainan politik dan kekuasaan saat itu. Hal itu disampaikan oleh juru bicara Presiden era Gus Dur, Adhie M. Massardi melalui akun twitternya. Ia mengatakan pelengseran Gus Dur 100 persen akibat konflik politik dengan wakilnya saat itu, Megawati Soekarno Putri.
Sejatinya, kekuasaan itu akan dipergilirkan. Tanpa percaya pada klenik Kediri ‘angker’ bagi seorang Presiden, dengan berkata ‘Kun Fayakun’ Allah pun bisa melenyapkan seketika kekuasaan yang dimilikinya. Apatah lagi bila kezaliman, kebohongan, dan pengkhianatan terus saja dilakukan. Bukan tidak mungkin doa rakyat yang terzalimi terdengar hingga mengetuk pintu langit. Jika tangan rakyat sudah menengadah dan pasrah pada RabbNya, siapa yang bisa menghalangi terkabulnya doa? Bahkan setan pun tidak akan bisa.
Oleh karenanya, ini menjadi peringatan pula untuk penguasa. Tak ada yang abadi. Jabatan dan kekuasaan itu hanya sementara. Kelak pun bisa lengser tiba-tiba. Bila pemilik kuasa tak berkehendak, manusia bisa apa? Untuk itu, jangan angkuh dan merasa digdaya. Mendengar klenik dan mitos saja engkau merasa ngeri dan angker.
Harusnya penguasa merasa ‘angker’ dengan ancaman sabda Nabi saw berikut ini, “Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i). Tidakkah merasa ‘angker’ pula dengan hadis Nabi yang ini, “Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad).
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban