Kapitalisme Global Menjerat Dunia Kesehatan
Pandemi covid kembali menelanjangi karut marut negeri ini. Kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan mendasar hidup manusia, ternyata tidak dijadikan sebagai skala prioritas oleh penguasa negeri ini. Anggaran kesehatan hanya 3,12% dari PDB, dibanding utang yang mengambil porsi 29,8% PDB. Ini menjadi bukti adanya kapitalisme global yang mencengkeram negeri.
Gubernur Jawa Tengah beberapa waktu lalu terkaget-kaget demi melihat masker dan APD yang diimpor dari China justru made in Indonesia. Lain lagi dengan Menteri BUMN. Pada hari Kamis (16/04/2020), melalui live streaming di akun instagram miliknya mengeluarkan uneg-unegnya tentang impor alat kesehatan.
“Negara sebesar Indonesia sudah seyogyanya punya strategi yang namanya energy security, food security dan health security. Sangat menyedihkan jika negara sebesar Indonesia 90% bahan bakunya dari luar negeri untuk industri obat, sama juga alat kesehatan mayoritas dari luar negeri,” (detik.com, 24/04/2020).
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia juga menyampaikan hal yang senada. Pada rapat kerja virtual dengan Komisi VI DPRI, Kamis 23/04/2020. Bahlil melihat bahwa ada unsur kesengajaan dari pemerintah untuk tidak membangun industri alat kesehatan dan obat-obatan.
Dengan fakta 90% impor, meniscayakan adanya mafia. Ibarat aji mumpung, para mafia ini memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri sendiri. Bahkan di tengah pandemi covid, ketika pemerintah menghapus bea impor serta memudahkan birokrasi impor alkes dan obat-obatan, para mafia laksana penumpang gelap di tengah wabah.
Sejak September 2019. Presiden Jokowi telah melihat permasalahan tersebut. Kala itu dia mengatakan 95% bahan baku industri farmasi di Indonesia masih impor. Dan di tengah pandemi covid-19, saat kebutuhan akan alat kesehatan dan obat-obatan meningkat, Presiden menginstruksikan Kepala BKPM untuk mencari investor.
Mengatasi krisis industri alkes dan mafia impor dengan membuka peluang investasi, laksana keluar mulut harimau masuk mulut buaya. Sama-sama tak menyelesaikan masalah. Bahkan tetap membahayakan sektor kesehatan yang akan mempertaruhkan nyawa rakyat.
Apabila kita analisis, mengapa negara tak memiliki political will di bidang kesehatan, maka akan kita dapatkan beberapa jawaban. Pertama dan utama, sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Sistem ini menempatkan negara hanya sebagai regulator, bukan pelayan rakyat.
Parahnya, ekonomi kapitalisme sebagai konsekuensi sistem kapitalisme yang diemban, meniscayakan penguasa negeri beekhidmat pada para kapital. Sehingga, segala regulasi yang dibuat adalah demi kepentingan kapital. Wajar jika investasi, impor, dan utang dianggap jalan keluar.