Kasus Eksploitasi ABK di Kapal China, Indonesia Lapor ke Dewan HAM PBB
Jakarta (SI Online) – Pemerintah Indonesia secara resmi melaporkan dugaan pelanggaran HAM yang dialami Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di kapal China Long Xin 629 ke Dewan HAM PBB.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan Indonesia melalui wakil tetap Indonesia di Jenewa pada 8 Mei lalu meminta Dewan HAM PBB untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus tersebut.
Menurut dia Indonesia mengingatkan pentingnya peran Dewan HAM untuk memberikan perlindungan kepada kelompok rentan yang sering luput dari perhatian. “Dalam hal ini ABK yang bekerja di industri perikanan,” kata Dini Purwono melalui keterangan resminya pada Kamis (14/5) dikutip dari Anadolu Agency.
Perlindungan kepada pekerja industri perikanan penting karena merupakan salah satu industri kunci rantai pangan dan pasokan global, terutama di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini kata Dini.
Sementara itu terkait investigasi yang dilakukan di dalam negeri, Dini Purwono mengatakan polisi tengah mengejar pihak penyalur dengan dugaan tindak pidana perdagangan orang.
“Saat ini Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI sudah mulai membuka kasus ini dengan dugaan tindak pidana perdagangan orang, dan akan menelurusi pihak penyalur tenaga kerja tersebut,” kata Dini Purwono.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia-Korea Selatan Ari Purboyo mengklaim ada 18 WNI yang menjadi korban perbudakan di kapal Longxing 629 saat melaut dari Korsel menuju laut lepas untuk menangkap ikan.
ABK WNI mengonsumsi air laut yang disuling, sementara ABK China mengonsumsi air yang dibawa dari darat. Mereka juga harus bekerja selama 18 jam per hari. Selain itu, para ABK mengaku gaji mereka belum dibayar.
“Berdasarkan perjanjian kerja ABK WNI akan mendapatkan gaji USD120 setiap bulannya,” kata Ari.
Empat orang ABK meninggal dunia akibat sakit pada rentang September 2019 hingga Maret 2020. Tiga jenazah di antaranya dikuburkan di laut (dilarung), sedangkan satu orang lainnya meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit di Busan, Korea Selatan. Sementara 14 WNI lainnya telah kembali ke Indonesia setelah kasus itu viral.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pun menilai perlakuan yang dialmi oleh ABK WNI tersebut mencederai HAM.
Retno juga mengutuk tindakan tidak manusiawi yang dilakukan saat WNI bekerja di kapal milik perusahaan China itu. “Pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas termasuk tata kelola di hulu,” kata dia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh saat bertemu 14 WNI di Indonesia, Retno mengatakan para WNI tersebut sebagian besar belum menerima gaji yang dianjikan perusahaan.
Meski ada WNI yang telah dibayarkan gajinya oleh perusahaan, namun jumlah tersebut tidak sesuai dengan kontrak yang disepakati, kata Retno.
WNI juga kata dia mengalami jam kerja yang tidak manusiawi di kapal tersebut. “Mereka rata-rata mengalami kerja lebih dari 18 jam perhari tanpa istirahat,” jelas dia.
Menurut Retno, sejumlah informasi yang diterima oleh pemerintah Indonesia terkonfirmasi dengan pernyataan para WNI.
red: adhila