Juara Terbaik Lomba Inovasi New Normal, Halu atau Harapan?
Jawa Timur juara. Jawa Timur menjadi pemenang lomba inovasi tatanan normal baru. Mengejutkan bukan?
Jawa Timur keluar sebagai juara. Entah harus gembira atau sedih. Pasalnya, predikat juara itu tidak diimbangi dengan prestasi menurunkan kasus covid-19 di Jawa Timur. Per 21 Juni 2020, kasus positif di Jawa Timur mencapai 9.528 kasus.
Dalam perlombaan itu Jawa Timur meraih tiga kali juara. Juara pertama pada sektor transportasi umum dan pasar modern. Juara kedua pada sektor tempat wisata.
Para pemenang akan mendapat hadiah berupa dana insentif daerah dari Kemendagri. Total hadiah itu sebanyak Rp168 miliar. Pemenang pertama diberikan tiga miliar, pemenang kedua dua miliar, dan pemenang ketiga satu miliar.
“Sehingga total pemenang berjumlah 84, terdiri atas juara I, II dan III untuk tujuh sektor kehidupan dan empat klaster pemda dengan total hadiah DID Rp168 miliar,” kata Tito saat membuka Penganugerahan Lomba Inovasi Daerah Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Covid-19 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (22/6). (cnnindonesia, 22 Juni 2020)
Sebuah ironi. Tak tahu harus berkomentar apa. Pemerintah begitu getol mempromosikan “New Normal Life” sebagai solusi atasi pandemik.
Solusi yang bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Rakyat dipaksa menerima keadaan yang tak bisa diselesaikan pemerintah dalam mengatasi covid-19. Bisa dibilang pemerintah telah berlepas diri dari tanggungjawabnya sebagai pengurus rakyat.
Apa indikator pemenang lomba? Seperti apa penilaian bagi daerah yang memenangkan? Lomba inovasi new normal hanya huru hara kampanye “New Normal” agar rakyat menerima kondisi yang ada sekarang.
Naiknya kasus positif tak digubris. Pemerintah ngotot new normal. Bisa dikatakan, lomba inovasi new normal yang diadakan Kemendagri hanyalah kamuflase menutupi kegagalan pemerintah mengatasi pandemik corona.
Membuat citra seolah pemerintah sukses menghadapi pandemik corona. Dibuatlah penghargaan pada daerah yang dinilai terbaik menyiapkan skema new normal.
Pencitraan yang dibuat-buat hanya akan membuat rakyat muak. Untuk apa menerima predikat juara sementara penanganan kasus corona lambat? Seperti yang terjadi di Jawa Timur.
Buat apa dapat gelar terbaik, tapi mengorbankan keselamatan rakyat. Memaksakan diri new normal. Menyusahkan diri beradaptasi dengan kebijakan pemerintah pusat yang plin-plan.
Jawa Timur masih berduka. Kasus positif masih menganga. Jangan terlena. Tak perlu berbangga pula dengan lomba ala Mendagri. Urus dulu corona, baru bicara juara.
Beginilah bila rakyat dipimpin kepemimpinan hasil pencitraan. Demi menyelamatkan citra yang sudah cacat.
Pemenang sejati itu bukan dengan penghargaan semu. Tapi penanganan nyata dalam mengurusi urusan rakyatnya. Menang itu kalau sudah benar menangani corona. Bukan menang-menangan ala lomba.
Mengurus negara itu bukan untuk euforia. Mengelola negara bukan ajang coba-coba. Pemimpin itu hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Pemimpin ada untuk meringankan beban hidup mereka.
Pemimpin itu yang paling takut berbuat lalim dan zalim. Pemimpin itu yang rela berkorban demi kepentingan rakyat. Pemimpin itu yang selalu merasa dipikul dosa besar bila tak amanah.
Pemimpin seperti ini tak akan dijumpai dalam sistem demokrasi yang politiknya suka tipu-tipu. Pemimpin amanah hanya ada di sistem yang baik. Sistem baik dari Yang Maha Baik. Yaitu, syariat Islam yang mulia.
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban