Usut Aktor Intelektual di Balik RUU HIP
Jakarta (SI Online) – Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) M. Luthfie Hakim menjelaskan pentingnya Maklumat MUI terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Salah satu Maklumat MUI menyoroti RUU HIP tidak mencantumkan TAP MPRS tentang pembubaran PKI dan pelarangan ajaran komunisme, marxisme dan leninisme yang sifatnya ancaman terhadap Pancasila
“Ketuhanan yang Maha Esa dikebiri menjadi Ketuhanan saja, padahal itu rumusan yang digodok sedemikian panjang sehingga menjadi Ketuhanan yang Maha Esa, itu bukan sesuatu yang ringan,” kata Luthfie dalam webinar Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) pada Rabu malam (15/7/2020).
Selain itu, ada upaya merubah Pancasila mau dijadikan Trisila atau Ekasila. Dalam maklumatnya MUI menilai upaya itu ingin melumpuhkan Ketuhanan yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dalam pasal 29 ayat 1 serta menyingkirkan peran agama dalam berbangsa dan bernegara.
“Siapa lagi yang ingin menyingkirkan kalau bukan mereka yang memiliki pemikiran komunisme,” kata Lutfhie.
Oleh karena itu, Luthfie menegaskan bahwa aktor dibalik RUU HIP ini harus diungkap. “Aktor intelektual dibalik pasal yang menyebutkan tentang Ketuhanan saja, Trisila, Ekasila, siapa yang membuat itu?” tanya dia.
“Itu bukan mengkriminalisasi, tapi ingin mengetahui siapa pelaku kriminalnya supaya jelas duduk persoalan RUU HIP ini,” tandas Lutfhie.
Dalam diskusi FKSK itu, hadir pula narasumber lain yaitu advokat senior Munarman SH dan Dr. M. Taufik, SH, MH. Diskusi yang dipandu oleh Wirawan Adnan itu juga dihadiri sejumlah tokoh antara lain Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat Buya Gusrizal Gahazar, Tokoh 212 Ustaz Bernard Abdul Jabbar, Direktur Suara Islam Sudadi dan lainnya.
FKSK adalah forum kajian yang mengangkat persoalan sosial kemasyarakatan aktual-kontemporer dengan menawarkan solusi dalam perspektif Islam. Forum yang pernah eksis di tahun 2000an ini dimunculkan kembali setelah vakum cukup lama.
red: adhila