Tuan Penguasa, BLT Pekerja Swasta Diskriminatif dan Salah Sasaran!
“Heran saya, kalau mau angkat PPPK bilang enggak ada duit. Kenapa sekarang malah mau gelontorkan Rp31 triliun untuk bansos bagi pekerja bergaji di bawah Rp5 juta. Lha, terus kami ini dianggap apa sih.”
Heran, kecewa dan kesal. Tiga kata yang menggambarkan perasaan Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih, menanggapi wacana pemberian insentif bagi pekerja bergaji di bawah Rp5 juta. Titi mengaku bingung dengan berbagai kebijakan pemerintah saat ini.
Menurutnya, belum selesai masalah 51 ribu PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dari jalur honorer K2, yang telah dinyatakan lulus pada April 2019. Kini, pemerintah malah menjanjikan bantuan sosial alias bansos kepada 13 juta pekerja swasta bergaji di bawah Rp5 juta per bulan. (jppn.com, 7/8/2020).
Perasaan Bu Titi tidak hanya mewakili perasaan penulis sebagai mantan guru honorer. Namun, juga mewakili ribuan guru honorer K2 yang berulang kali kena PHP penguasa dan ribuan buruh yang terkena PHK massal. Walau dengan dalih untuk mendongkrak konsumsi dan menggerakkan ekonomi riil. Kebijakan ini alih-alih menyelesaikan masalah ekonomi, sebaliknya justru berpotensi membuka masalah baru.
Padahal semestinya para guru honorer K2 dan para buruh inilah yang patut mendapat perhatian dan bantuan lebih dari pemerintah. Mereka tidak hanya terdampak langsung secara ekonomi. Namun juga berpotensi menambah angka kemiskinan baru selama pandemi. Maka, sangat mengherankan mengapa bukan mereka yang mendapat BLT?
Tuan penguasa, kebijakan Anda tidak hanya salah sasaran dan diskriminatif. Namun, juga tidak adil dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial di tengah publik. Sekaligus menegaskan pemerintah tidak serius dalam mencari solusi atas problematika yang dihadapi rakyat.
Kebijakan ini menutup mata terhadap kesulitan rakyat dan berorientasi pada aspek ekonomis. Ini jelas tidak mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka, patut menjadi perhatian tuan-tuan penguasa:
Pertama, yang membutuhkan bantuan konsumsi harian adalah korban PHK massal dan pekerja harian yang upahnya tidak pasti. Apatah lagi saat pandemik seperti sekarang ini.
Kedua, pemerintah diskriminatif, sebab memberikan BLT pada pekerja BPJS dan tidak peduli pada nasib honorer K2 yang diangkat menjadi PPPK dengan syarat masa kerja minimal 16 tahun.
Ketiga, target menaikan konsumsi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, BLT untuk pekerja berupah di bawah Rp5 juta ini akan sia-sia.
Ia menilai alih-alih untuk konsumsi, BLT malah akan disimpan untuk keperluan mendesak di masa depan. Sebab secara finansial, kemampuan mereka masih memadai. (tirto.id, 9/8/2020).
Jadi tuan penguasa, daripada dana, tenaga, waktu dan pikiran terbuang sia-sia. Justru akan sangat bermanfaat bila semua itu digunakan untuk menyelesaikan masalah melonjaknya angka kemiskinan, guru honorer K2, ribuan pekerja korban PHK massal dan ribuan anak sekolah yang tidak dapat mengakses internet karena mahalnya kuota.
Ingatlah, setiap perbuatan pasti akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah Swt. Janganlah melulu mengurus rakyat dengan timbangan untung dan rugi. Namun, ingatlah bahwa penguasa adalah perisai dan pengurus rakyatnya.
Perlu menjadi perhatian tuan penguasa, bahwa berbagai problematika dan kegagalan solusi dalam mengurus negeri ini. Semua disebabkan sistem kapitalisme dan neoliberalisme yang tuan penguasa emban dan banggakan. Sistem rusak dan merusak ini tidak hanya menghancurkan ekonomi negara ke jurang resesi. Namun juga mengantarkan seluruh rakyat negeri ini ke lembah derita yang tiada berujung. Jadi tuan penguasa, sampai kapan kita mau mempertahankan sistem gagal dan rusak ini?
Saatnya mengambil Islam sebagai solusi dan solutif bagi negeri kita tercinta ini. Dalam paradigma Islam, menjadi kewajiban negara memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Apatah lagi selama masa pandemi seperti saat ini. Adilnya, pemenuhan kebutuhan pokok ini diberikan kepada seluruh rakyatnya baik Muslim maupun non-Muslim. Tanpa memandang bahasa dan warna kulitnya. Semuanya sejahtera dalam naungan Islam tanpa terkecuali.
Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat di masa krisis dan pandemik ini diperoleh dari baitul mal dan bersifat mutlak. Ada pun sumber dana baitul mal sendiri diperoleh dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, jizyah, fai’, kharaj, dll. Jika dana baitul mal tidak mencukupi, maka negara membuka pintu sedekah dan pajak bagi orang-orang kaya saja.
Inilah solusi solutif yang Islam tawarkan pada tuan penguasa. Mengambilnya membawa berkah dan maslahat. Mencampakkanya membawa keburukan dan kerusakan. Apatah lagi jika masih keukeuh mempertahankan sistem kapitalisme dan derivatnya. Tidak hanya derita yang tidak berkesudahan, tapi juga sengsara yang membawa laknat. Jadi tuan penguasa, jangan coba-coba lagi bermain dengan nyawa rakyat. Segera ambil Islam sebagai solusi hakiki!
Jannatu Naflah
Praktisi Pendidikan