Penceramah Disertifikasi, Untuk Apa?
Anggota Fraksi PKS yang duduk di Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf, menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap program Penceramah Bersertifikat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Bukhori beralasan pola dari program tersebut mengarah pada potensi pembelahan umat dan bangsa. Karena itu Fraksi PKS menyatakan sikap menolak kebijakan tersebut. (Suaraislam, 8/9/2020)
Meski demikian, Dirjen Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, menjelaskan program penceramah bersertifikat hanya kegiatan yang ingin memberikan afirmasi kepada penceramah terhadap wawasan tentang agama dan ideologi bangsa. Ia pun memastikan penceramah yang tak memiliki sertifikat dari program tersebut masih boleh berceramah di tempat ibadah seperti biasa.
Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif pun menolak rencana Kementerian Agama tadi. Ia menilai Kementerian Agama kurang kerjaan membuat program tersebut. (Cnnindonesia, 8/9/2020). Akan tetapi, meski dikritisi banyak pihak, Menteri Agama Fachrul Razi tetap akan menerapkan program sertifikasi penceramah bagi semua agama mulai bulan ini. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah.
“Kemenag bentuk program penceramah bersertifikat. Akan kami mulai bulan ini. Tahap awal kami cetak 8200 orang,” kata Fachrul dalam webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’ di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9). (Cnnindonesia.com, 3/9/2020)
Fachrul menegaskan program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila. Sekaligus, kata dia, mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat-tempat ibadah.
Langkah tegas pun akan diambil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang menyatakan siap mundur dari jabatannya, jika MUI bersedia terlibat dalam program sertifikasi penceramah Kementerian Agama. Menurut Anwar, program tersebut justru mendiskreditkan umat Islam. (Cnnindonesia.com, 5/9/2020)
Penceramah bersertifikat adalah hasil ralat dari wacana sebelumnya yaitu sertifikasi penceramah. Pada sertifikasi penceramah, pemerintah melihat perlu memberi tunjangan atau nominal tertentu sebagaimana layaknya sertifikasi profesi misalnya guru. Sedangkan pada penceramah bersertifikat, tidak.
Lebih jauh program ini diduga kuat untuk membedakan penceramah yang tunduk arahan penguasa, dengan yang istiqamah melakukan muhasabah. Apalagi melihat instansi terkait yang merupakan partner kerja sama pada program tadi. Ada aroma curiga, mengawasi, mengotak-kotakkan dan memberi label buruk pada penceramah tertentu yang dianggap tidak sejalan dengan keinginan penguasa.
Seperti disampaikan Fachrul yang mengklaim bahwa program tersebut turut bekerja sama dengan berbagai pihak. Ia mengatakan Kemenag turut menggandeng seluruh majelis keagamaan, ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). (Cnnindonesia.com, 3/9/2020)
Hal ini justru mengundang tanya, bukankah sepatutnya sertifikasi dilakukan oleh badan atau orang yang memiliki kapabilitas keilmuan Islam. Sebab jika dilakukan oleh yang selainnya, maka dikhawatirkan akan menggelincirkan ajaran Islam kepada bentuk lain. Sehingga semakin menjauhkan umat dari keislamannya.