Ada Kejanggalan pada UU Ciptaker, Bukhori: Barang Cacat Kok untuk Rakyat?
Jakarta (SI Online) – Presiden Jokowi secara resmi telah meneken UU Cipta Kerja pada Senin (2/11/2020). Namun ternyata masih ada kejanggalan dalam UU tersebut.
Anggota Baleg Fraksi PKS, Bukhori Yusuf angkat bicara terkait hal ini. Menurutnya, keputusan Presiden untuk menandatangani Undang-undang, yang kemudian diberi nomor sehingga menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020, tersebut tidak lepas dari unsur gegabah.
“Pasal 6 semestinya merujuk pada Pasal 5 ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam redaksionalnya. Namun, rujukan sebagaimana di maksud di Pasal 6 tidak ada, karena di Pasal 5 tidak memiliki ayat sama sekali. Lalu, maksudnya merujuk kemana?,” ungkap Bukhori di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: UU Ciptaker Sudah Diteken Jokowi, Tapi Masih Ada Kejanggalan
Anggota Komisi VIII ini menegaskan, temuan tersebut semakin menguatkan fakta bahwa proses penyusunan UU Cipta Kerja sangat bermasalah. Penyusunan RUU yang dilakukan secara tergesa-gesa berakibat pada pembentukan produk hukum yang cacat.
Ia pun menyesalkan bila dalam implementasinya di kemudian hari, regulasi tersebut kemudian berdampak negatif pada kelangsungan hidup rakyat.
“Sebelumnya, Kemensetneg secara sepihak telah mengubah UU yang semestinya sudah tidak boleh diubah karena bukan kewenangannya. Lalu, apa UU ini akan diubah lagi setelah diteken? Tidak semestinya barang cacat diberikan untuk rakyat, bukan?,” sindirnya.
Politisi PKS ini berharap UU ini tidak menimbulkan multitafsir dalam implementasinya mengingat pihak yang akan paling terdampak akibat regulasi ini adalah rakyat.
“Di sisi lain, publik juga perlu mengawasi apakah UU Ciptaker ini sejalan dengan amanat UUD 1945 atau justru sebaliknya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, berikut redaksional pasal yang janggal tersebut;
Pada Pasal 5 berbunyi: “Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.”
Sedangkan di Pasal 6 berbunyi: “Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
red: faza haniyya