Enam Laskar FPI Ditembak Mati: Komnas HAM Bentuk Tim Investigasi, Amnesty Minta Polisi Tranparan
Jakarta (SI Online) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku tengah membentuk tim investigasi untuk mengungkap kebenaran peristiwa penembakan terhadap enam orang Laskar Pembela Islam (LPI) oleh polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Wakil Ketua Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan, tim investigasi sudah mulai bergerak untuk mengumpulkan seluruh informasi terserak di ruang publik ihwal insiden penembakan yang terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 Senin malam/selasa dini hari.
“Komnas HAM lewat pemantauan dan penyelidikan telah membuat tim investigasi untuk mendalami informasi yang beredar di publik,” tutur Anam, Senin (7/12/2020).
Menurut Anam tim investigasi Komnas HAM bakal menggali seluruh keterangan dari Kepolisian dan ormas FPI untuk mengungkap peristiwa yang terjadi terhadap enam orang Laskar FPI yang tewas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 tersebut.
“Untuk memperkuat pengungkapan peristiwa yang terjadi, kami berharap semua pihak mau bekerja sama dan terbuka. Harapan ini juga sudah kami sampaikan kepada pihak Kepolisian dan FPI,” kata Anam.
Polisi Harus Transparan
Secara terpisah, LSM HAM, Amnesty International Indonesia, meminta polisi transparan mengungkap kejadian penembakan yang menewaskan enam anggota Laskar FPI.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Polri menyingkap terjadinya penembakan terhadap anggota FPI. Kepolisian juga diminta transparan.
“Jika polisi yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia,” kata Usman dalam keterangannya, Senin (7/12/2020).
Dia menilai harus ada penjelasan tentang apakah petugas terlibat dalam insiden penembakan telah jelas mengidentifikasi diri sebagai aparat penegak hukum sebelum melepaskan tembakan atau tidak. Selain itu apakah penggunaan senjata api dibenarkan dalam kondisi tersebut.
“Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing.”
Menurutnya, langkah polisi dalam penggunaan kekuatan, kekerasan dan senjata api yang melanggar hukum tidak boleh dibenarkan. Apalagi bila digunakan dalam kasus terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan.
Komnas HAM lanjutnya harus ikut mengusut kasus ini. Komisi III DPR kata dia juga didorong aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian.
red: farah abdillah