Hari HAM Sedunia, HNW: Usut Tuntas Penembakan Enam Laskar FPI
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta agar seluruh komponen bangsa, termasuk pemerintah, saat memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember ini, melakukannya dengan serius dan jujur memberi akses pengusutan seluas-luasnya oleh Komnas HAM terkait kasus dugaan pelanggaraan HAM terhadap anggota Front Pembela Islam (FPI).
“Peringatan hari HAM tahun ini seharusnya tidak hanya dilakukan secara seremonial, tetapi penting dilakukan dengan lebih bermakna, memberikan akses yang nyata untuk dapat mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian terkait penembakan enam laskar FPI,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
HNW berharap agar Tim Pencari Fakta (TPF) Independen yang bisa dipimpin oleh Komnas HAM segera dibentuk, dengan melibatkan para pemangku independen lainnya. Sejumlah kalangan, seperti dari Ormas (Muhammadiyah, ICMI dan lain-lain), Parpol (PKS, PPP dan lain-lain) LSM (Amnesty International Indonesia, YLBHI, IPW dan lain-lain), dan sejumlah anggota DPR RI sudah mengutarakan hal yang serupa.
Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, desakan sejumlah kalangan itu dapat dipahami karena penembakan enam warga sipil tersebut disebut sebagian pakar sebagai aksi extra judicial killing. Apabila merujuk kepada Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, extra judicial killing tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat.
“TPF Independen harusnya segera dibentuk, agar segera kuatkan dan beri akses yang luas kepada Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM terhadap 6 laskar FPI yang menjadi perhatian masyarakat luas, bahkan masyarakat Internasional,” tuturnya.
Pihaknya juga mendukung dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI untuk pengusutan secara tuntas kasus pelanggaran HAM ini, dan melengkapi pengusutan oleh TPF Independen yg dipimpin olh Komnas HAM. “Sebagai lembaga perwakilan Rakyat, wajarnya rekan-rekan anggota di Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Kepolisian untuk membentuk Pansus terkait hal ini di DPR,” tukas Anggota Komisi VIII yang membidangi urusan keagamaan di DPR RI ini.
Lebih lanjut, HNW mengutarakan bahwa sejumlah pasal berkaitan dengan HAM telah hadir pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945, dan itu bukan hanya sekadar untuk menjadi ‘macan kertas’, tetapi harusnya bisa ditegakkan. Salah satunya adalah Pasal 28I UUD 1945 yang mencantumkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights).
“Penembakan terhadap 6 anggota FPI yang berujung kepada kematian itu merupakan bentuk terhadap pelanggaran HAM karena menghilangkan hak hidup yang tak dapat dikurangi tersebut,” tukasnya.
HNW juga berharap agar Presiden Joko Widodo selaku kepala pemerintahan Republik Indonesia, Negara yang merupakan Anggota Dewan HAM PBB, agar betul-betul melaksanakan aturan-aturan soal HAM dan kesepakatan internasional terkait HAM. Bahkan sebaiknya Presiden Jokowi dan Kapolri mau mengakui dan meminta maaf atas kesalahan aparat penegak hukum yang diduga melakukan pelanggaran HAM, karena telah menyebabkan hilangnya hak hidup enam warga sipil anggota FPI itu.
HNW menyarankan agar Presiden dan Kapolri dapat mengambil contoh dari sikap Perdana Menteri dan Kepala Kepolisian Selandia Baru yang berani meminta maaf atas kesalahan mereka terkait penembakan 90-an jemaah di dua masjid, dan kesalahan petugas kontraterorisme yang hanya fokus kepada ekstremisme kalangan muslim, yang mengakibatkan terjadinya teror dan penembakan kalangan ekstremis supremasi kulit putih terhadap jemaah dua Masjid di Chirstchurch Selandia Baru.
“Sikap kenegarawanan seperti itu yang seharusnya ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia, agar masyarakat Indonesia kembali mempercayai pimpinan negaranya, tidak lagi terpecah belah dan bisa bersatu padu menyelesaikan persoalan yang saat ini dhadapi oleh bangsa Indonesia seperti pandemi Covid-19, resesi ekonomi, dan agar bisa diajak bersama-sama menyelamatkan NKRI dari ancaman separatisme,” pungkasnya.
red: adhila