Singgung Kerumunan di Maumere, Refly Harun: Tegakkan Hukum, Bebaskan HRS
Jakarta (SI Online) – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, angkat bicara terkait kasus kerumunan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/2/2021) lalu.
Refly menjelaskan, jika kesalahan dilakukan seorang presiden itu mekanisme hukumnya bukan melalui pihak kepolisian tetapi melalui DPR, MK dan MPR.
“Jadi rasanya tidak mungkin diproses kalau presiden melalukan pelanggaran protokol kesehatan (prokes),” ujar Refly dikutip Suara Islam Online, Jumat (26/2) melalui wawancaranya di kanal YouTube Neno Warisman Channel.
Baca juga: Pak Jokowi, Akui Saja Kesalahan Kerumunan di Maumere Itu
Meski demikian, kata Refly, ini tentang rasa keadilan. “Banyak yang bertanya, kok ini tidak diproses sementara HRS (Habib Rizieq Syihab) diproses,” tuturnya.
Dalam kedua kasus kerumunan ini, Refly melihat kesalahannya itu bukan pada kasus kerumunan Jokowi tapi pada kasus kerumunan HRS. Yaitu ketika aparat menersangkakan HRS karena melanggar prokses.
“Memaksakan menggunakan pasal pidana untuk menersangkakan HRS dengan ancaman lima tahun sehingga punya alasan untuk menahan,” jelas Refly.
Baca juga: Dokter Tirta, Anda Dokter atau Buzzer?
“Padahal bagi saya, harusnya pelanggaran semacam itu cukup diberikan sanksi administratif, dan sanksi itu sudah dikenakan kepada HRS dengan denda 50 juta dan itu sudah dibayar,” tambahnya.
Kata Refly, HRS seharusnya cukup didenda dan dimintai komitmen untuk tidak mengulangi lagi, komitmen itu dipegang sebagai niat baik.
“Sudah ada sanksi dan niat baik sehingga tidak perlu diproses,” tuturnya.
Ia menilai, karena terlalu berlebihan, sehingga ketika ada kasus kerumunan yang lain maka masyarakat menginginkan penegakkan hukum yang sama.
“Kalau kita mau menegakkan rule of law (prinsip hukum), jalan yang saya tawarkan adalah bebaskan HRS dan mereka yang ditahan karena dianggap melanggar protokol kesehatan,” tandas Refly.
red: adhila