Menyoal Modifikasi Kurikulum SMK
Link and match. Strategi teranyar yang diluncurkan Kemendikbud untuk menyelaraskan pendidikan vokasi dengan dunia usaha/industri.
Strategi ini diaplikasikan dalam bentuk modifikasi kurikulum SMK. Antara lain pelajaran akademik dan teori dikontekstualisasikan menjadi vokasional; jangka waktu prakerin diperpanjang minimal satu semester atau lebih; terdapat pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama tiga semester; menyediakan pelajaran pilihan selama tiga semester; dan terdapat co curiculer wajib selama enam jam dalam seminggu di tiap semester.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto menjelaskan, strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterserapan lulusan vokasi. Spesifiknya agar bonus demografi 2020-2030 dapat memenuhi pangsa pasar usaha/industri. Sehingga harus menjadikan SMK sebagai pusat keunggulan (center of excellent) (www.vokasi.kemdikbud.go.id, 11 Januari 2021).
Berbagai gebrakan revitalisasi SMK dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini. Mulai dari perintisan bidang keahlian SMK terbaru sesuai prioritas pembangunan nasional seperti kemaritiman, pariwisata, pertanian, teknologi rekayasa dan sebagainya; peningkatan profesionalitas tenaga kependidikan SMK; kemitraaan SMK dengan dunia usaha/industri dan perguruan tinggi; standarisasi sarana prasarana SMK; termasuk pemuktahiran kurikulum.
Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap peran SMK dalam dunia pendidikan. Tapi ternyata semua itu bermuara pada target pemenuhan kebutuhan industri. Pendidikan dibangun dengan pendekatan job based learning. Desain pendidikan pun dikembangkan berangkat dari pengakuan dunia usaha/industri.
Tak bisa dipungkiri, tenaga kerja murah sangat dibutuhkan oleh pemilik kapital (produsen) untuk menekan biaya produksi barang atau jasa. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang. Ketika hal tersebut bisa diperoleh dari lulusan SMK, akhirnya pemerintah pun mendukung dan menjadi fasilitatornya. Harapannya dapat menekan lonjakan angka pengangguran. Pendidikan pun hanya terbatas sebagai pencetak kelas pekerja. Bukan kelas pemikir, cendiakawan, atau ahli. Yang seperti ini akhirnya hanya menjadikan Indonesia negara ‘kelas dua’. Didominasi pekerja. Bukan negara yang bangkit dan maju karena keunggulan ilmu dan tsaqafah generasinya.
Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan hari ini sudah bergeser. Dari pencetak generasi berilmu dan bertsaqafah unggul dan memberi kemanfaatan pada umat, menjadi pencetak ‘mesin’ industri. Orientasi dan standarnya hanya materi. Ini adalah paradigma pendidikan kapitalis. Pendidikan menjadi kawah candradimuka materi. Mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari komersialisasi input pendidikan hingga ‘industrialisasi’ output nya. Miris.
Pendidikan Islam Bermisi Agung
Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.” (HR. Ibnu Majah)
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Dari hadits-hadits di atas, Islam memandang pendidikan sebagai kewajiban mendasar setiap manusia yang harus dipenuhi. Tidak hanya pendidikan terkait tsaqafah agama, tetapi juga ilmu sains teknologi. Menjalani pendidikan bukan sekedar mendapat ijazah dan pekerjaan, tetapi tuntunan keberkahan tsaqafah dan ilmu tersebut dalam kehidupan. Artinya pelaksanaan pendidikan karena dorongan keimanan.
Misi besar pendidikannya mencetak generasi yang mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan tidak hanya dunia tapi yang terutama di akhirat. Al-Ghazali menjelaskan bahwa kesempurnaan manusia dicapai melalui ilmu, untuk memberi kebahagiaan di dunia, juga sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Misi pendidikan seperti ini terintegrasi dalam kurikulum dan metode pembelajaran yang diterapkan. Semua berlandaskan pada akidah Islam. Di pundak negaralah kewajiban menyelenggarakan pendidikan bermisi seperti ini. Hingga akan terlahir dari sistem ini generasi yang pemikir, cendekiawan dan ahli yang bertakwa dan siap menjadi problem solver bagi masalah-masalah keumatan. Generasi seperti inilah yang dibutuhkan negeri ini menuju kebangkitan dan kemajuan hakiki. Wallahu a’lam bish-shawab.
Astri Kusuma Hayati