SUARA PEMBACA

Jangan Terjadi Lagi Kebangkrutan Industri

Industri merupakan salah satu sumber perekonomian rakyat. Lalainya negara dalam melindungi industri, akan berakibat fatal pada eksistensi industri yang pada gilirannya akan menggoyahkan sumber ekonomi rakyat.

Dilansir dari laman Republika.co.id, hingga kuartal lll 2019, 188 perusahaan tekstil di Jawa Barat gulung tikar. Hal ini menyebabkan 68 ribu buruh terkena PHK.

Industri tekstil dan produk tekstil semakin tertekan akibat gempuran produk impor dari China, rendahnya penyerapan pasar, dan lemahnya kebijakan negara dalam melindungi pelaku industri dalam negeri.

Bukan hanya industri tekstil, sebelumnya 2 perusahaan besar Indonesia PT Holcim dan PT Semen Bosowa juga gulung tikar akibat serbuan produk semen Cina yang murah. Krakatau steel juga mengalami nasib yang sama.

Membanjirnya produk produk Cina ke Indonesia bisa difahami, karena Indonesia menjalin hubungan dagang dengan Cina melalui ACFTA beberapa tahun yang lalu. ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) dulu digadang akan memberi peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN.

Namun setelah penandatangan ACFTA, juga AFTA yang terjadi justru mengakibatkan banyak kelompok usaha kecil, menengah maupun besar gulung tikar karena membanjirnya produk Cina dengan harga murah. Pengusaha lokal tidak sanggup bersaing dengan produk China. Akhirnya banyak industri lokal gulung tikar.

Pasar bebas yang digadang bisa meningkatkan kesejahteraan bersama, pada kenyataannya tak lebih sebagai alat penjajahan ekonomi. Pasar bebas mensyaratkan lepasnya campur tangan negara dalam perdagangan, menghilangkan hambatan pasar dan investasi.

Hal ini tentu menguntungkan negara negara maju yang telah memiliki fondasi ekonomi kuat. Sementara negara-negara berkembang seperti Indonesia yang belum memiliki basis ekonomi kuat justru hanya menjadi pangsa pasar bagi negara maju dan eksploitasi sumber daya alam oleh negara maju.

Pasar bebas menyebabkan produk dalam negeri kalah saing dengan masuknya barang-barang luar negeri yang lebih murah dan berkualitas. Karena tak sanggup bersaing pertumbuhan ekonomi justru menurun, jumlah pengangguran meningkat dan muncul sifat konsumerisme yang tinggi.

Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan. Jika Indonesia menginginkan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan, pasar bebas bukanlah solusi. Perlu merumuskan sistem ekonomi yang dapat membangun kemandirian negara sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam negeri dan sektor ekonomi lainnya, serta menjaga martabat dan kewibawaan negara.

Sistem tersebut tidak lain adalah sistem ekonomi Islam. Dalam memperkuat industri tekstil dalam negeri misalnya, negara akan meningkatkan produksi bahan bahan yang diperlukan untuk membuat pakaian seperti kapas, wool, pohon rami, sutra dan lain-lain.

Negara akan menyediakan modal dan pinjaman tanpa bunga bagi yang tidak mampu untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan industri demi meningkatkan perekonomian dalam negeri. Negara berusaha keras untuk tidak melakukan hutang dan penarikan investasi luar negeri.

Penyadiaan modal tersebut sangat dimungkinkan karena sistem ekonomi islam mengatur soal kepemilikan secara rinci baik kepemilikan individu, kepemilikan negara maupun kepemilikan Umum. Dengan pengaturan kepemilikan ini negara memiliki sumber pendanaan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya tanpa harus berhutang atau menarik investasi dari luar.

Industri tekstil akan tumbuh dengan baik, jika sarana dan prasarana yang mendukung tumbuhnya industri tersebut tersedia secara memadai. Sarana dan prasarana tersebut mulai dari tersedianya bahan baku, jaminan harga yang wajar dan menguntungkan serta berjalannya mekanisme pasar secara transparan dan tidak ada distorsi yang disebabkan adanya kebijakan yang memihak. Penyediaan sarana prasarana itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara.

Dalam hal perjanjian luar negeri di bidang ekonomi, perdagangan dan keuangan, maka secara umum hukumnya boleh. Namun demikian dalam klausul -klausul perjanjian yang disepakati tidak boleh memberikan kesepakatan yang bertentangan dengan hukum syara.

Sebagai contoh kesepakatan untuk mengekspor komoditi yang sangat vital. Mengekspor komoditi yang sangat vital yang justru memperkuat negara lain sehingga dapat mengancam negara atau merugikan industri di dalam negeri jelas dilarang.

Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang sehingga betul-betul bisa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Ekspor bahan mentah dibatasi. Sebaliknya ekspor barang-barang hasil pengolahan yang lebih memiliki nilai tambah harus terus ditingkatkan selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebaliknya impor barang-barang yang bisa mengancam industri dalam negeri harus dibatasi. Impor seharusnya hanya terbatas pada barang-barang yang bisa memperkuat industri dalam negeri. Semua itu dilakukan antara lain dalam rangka melindungi berbagai kepentingan masyarakat. Sebab kewajiban negaralah untuk menjadi pelindung bagi rakyatnya.

Di dalam catatan sejarah, kesuksesan perdagangan Islam dicatat oleh Will Durant, sejarawan Barat, dalam bukunya Tarikh al-Hadharah:

“Di antara keistimewaan ekonomi yang dinikmati oleh wilayah Asia Barat (Timur tengah) adalah adanya satu pemerintahan yang menguasai kawasan ini, di mana sebelumnya telah terbelah menjadi empat negara. Dampak dari sesatuan wilayah ini adalah hilangnya semua halangan tarif dan tax , serta halangan-halangan perdagangan yang lain di dalam negeri.

Perbatasan seperti Baghdad, Bashrah, Aden, Kairo, dan Iskandariah telah mengirim ekspedisi perdagangan untuk mengarungi lautan luas. Perdagangan Islam telah menguasai negeri-negeri di Laut tengah. Bergerak dari Syam dan Mesir di satu sisi, ke Tunisi, Saqhkiyah, Maroko hingga Spanyol di sisi lain. Perdagangan tersebut melintasi wilayah-wilayah Yunani, Italia dan Gala.

Dominasi atas Laut Merah tersebut telah dipindahkan dari wilayah Ethiopia, meninggalkan Laut Khazar hingga Mongolia, naik di sungai Volga; Finlandia, Skandinavia dan Jerman. Di sana meninggalkan jejak beribu keping uang Islam…..Aktivitas perdagangan ini terus berlanjut dan berhasil menghembuskan kehidupan yang kuat di seluruh penjuru negeri hingga puncaknya pada abad ke-10 di saat Eropa masih mengalami kemunduran hingga pada level terendah.”

Dengan mengambil sistem ekonomi Islam, bangkrutnya ribuan industri bisa dihindari. Industri akan berkembang serta menghasilkan produk berkualitas yang memiliki daya saing di pasaran internasional. Rakyat sejahtera, martabat dan kewibawaan negara terjaga. Wallahu a’lam bishshawaab.

Irianti Aminatun

Artikel Terkait

Back to top button