Ketua MUI: Arah Pendidikan Pijakannya Adalah Agama
Jakarta (SI Online) – Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH M Cholil Nafis mempertanyakan hilangnya kata “agama” dalam Visi Pendidikan Indonesia 2035 yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Ko’ bisa kelupaan ya pd agama. Bukankah itu ada dlm pancasila, UUD 1945 bahwa pendidikan agama itu dasar kita. Akhlak apa yg tanpa agama? Dan kebudayaan apa yg hendak kita bangun? Klo dasar negara kita Pancasila tentu frasa agama auto masuk dlm peta jalan pendidikan Indonesia,” kata Cholil dalam akun Twitternya, @cholilnafis, Senin (8/3/2021).
Baca juga: Agama Hilang dari Visi Pendidikan Indonesia 2035, Ketua MUI: Kok Bisa Kelupaan?
Cholil menjelaskan MUI berpandangan bahwa peta jalan pendidikan sangat diperlukan oleh bangsa ini. “Karena disusun berdasarkan analisis yang realistis dan tekhnis untuk menyiapkan generasi sesuai dengan tren tantangan masa depan,” katanya.
Dia menambahkan, arah pendidikan dengan pengembangan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja dan industri tetap berpijak kepada pendidikan agama, moral, dan pendidikan karakter bangsa. Dia memaparkan Keppres Nomor 87 tahun 2017, yaitu religiusitas, integritas, cinta tanah air, kemandirian, dan gotong royong.
“Merdeka tidak berarti liberal, dalam arti bebas nilai dan tanggung jawab. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menjadi penjabaran Pancasila sangat menekankan manusia sebagai makhluk spiritual dan makhluk sosial, serta tanggung jawab kebangsaan yang demokratis,”ungkapnya.
Kemudian, dia menyampaikan bahwa belum ada keseimbangan antara pendidikan keagamaan, moral, dan karakter, yang belum termuat dalam peta jalan Pendidikan. “Untuk itu hal tersebut dapat dimasukkan dalam peta jalan pendidikan secara terstruktur dan terintegrasi,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, konsep peta jalan pendidikan bisa diimplementasikan di sekolah swasta baik pada sekolah/madrasah/pesantren yang dibina oleh ormas keagamaan maupun institusi pendidikan lainnya dengan dukungan pemerintah.
Dia mengatakan, ideologi transnasional tidak tumbuh dari ruang kosong, tapi lebih sebagai respons terhadap kondisi sosial ekonomi dan sosial politik yang dihadapi. “Oleh sebab itu penyikapannya mesti mengedepankan pendekatan kultural bukan semata-mata pendekatan politik dan kekuasaan,” ujarnya.
Cholil menjelaskan,dengan kemajuan infotech seperti saat ini, semua ideologi yang berkembang telah bersifat transnasional. “Perhatikanlah ideologi- ideologi berikut, semua sudah berkembang dan dianut secara transnasional (Kapitalisme Liberalisme; Sosialisme Komunisme; LGBTQ; Sekulerisme…),” imbuhnya.
Menurut dia, menghadapi runtuhnya dua ideologi besar Kapitalisme Liberalisme dan Sosialisme Komunisme, berkesempatan untuk mengedepankan ideologi Pancasila, menjabarkan dengan lebih jujur, terbuka, dan adil melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan implementasi nilai- nilai Pancasila.
“MUI melihat ormas-ormas Islam sudah berkontribusi besar dalam penyelenggaraan pendidikan yang berwawasan kebangsaan, moderat, dan washatiyatul Islam. itu pokok2 pikiran MUI saat dengar pendapat dg Dewan Perwakilan Rakyat RI pd 12/3/21,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Visi Pendidikan Indonesia 2035 berbunyi, “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”
Hilangnya kata “agama” dalam visi pendidikan ini pertama kali diungkap dan dipertanyakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir.
red: adhila