Di Israel, Keturunan Arab Jadi Warga Kelas Dua
Jakarta (SI Online) – Israel menerapkan keadaan darurat di Lod, kota tetangga Tel Aviv, setelah berhari-hari terjadi bentrokan dan kerusuhan oleh warga Arab di sana.
Peristiwa ini menandai momen penting di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Palestina – karena ini adalah pertama kalinya pemerintah Israel menggunakan kekuatan darurat atas komunitas Arab di negaranya sejak 1966.
Jadi, siapakah komunitas Arab di Israel itu?
Israel bukan hanya negara Yahudi, namun juga rumah bagi warga non-Yahudi. Dari sekitar sembilan juta jiwa di Israel, sekitar seperlimanya – kira-kira 1,9 juta orang – adalah warga etnis Arab.
Mereka adalah keturunan orang-orang Palestina yang menetap di dalam perbatasan Israel setelah negara penjajah itu dibentuk pada 1948.
Ketika Israel didirikan pada 1948, 750 ribu orang Palestina memilih keluar maupun diusir dari rumah-rumah mereka dalam peperangan yang terjadi setelahnya.
Mereka yang pergi kemudian menetap di sebelah perbatasan Israel di Tepi Barat dan Gaza, maupun di kamp-kamp pengungsi di sekitarnya.
Sedangkan yang bertahan di Israel menamakan diri mereka sebagai orang Arab-Israel, orang Palestina-Israel, atau cukup orang Palestina.
Orang Arab di Israel mayoritas beragama Islam dan, seperti halnya masyarakat di Palestina, ada pula yang beragama Kristen.
Mereka punya hak pilih sejak Pemilu di Israel kali pertama digelar pada 25 Januari 1949 – namun mereka mengaku telah menjadi korban diskriminasi sistemik di negara itu selama puluhan tahun.
Integrasi
Komunitas Arab dan Yahudi di Israel tidak sering berbagi ruang-ruang publik, walau krisis Covid dalam beberapa bulan terakhir membuat mereka saling bekerja sama.