Untuk Rakyat Seharusnya Gratis, Berani?
Di awal pandemi harga masker melonjak di luar nalar, bahkan selain langka, harga yang dijual dipasaran sangat fantastis berkisar Rp340 ribu hingga Rp1,5 juta rupiah per kotak. Panic buying-lah masyarakat Indonesia. Hingga kemudian menurun disebabkan masyarakat sudah banyak yang memproduksi masker mandiri.
Ditambah dengan pedagang online atau e-Commerce yang menawarkan harga masker jenis kain dari mulai Rp3000 untuk satuan-nya hingga Rp19 ribu untuk satu lusin. Panic buying terjadi lagi ketika sebaran virus Corona menanjak hingga menimbulkan lonjakan tajam dan dampaknya sangat parah, masyarakat kemudian berebut susu beruang yang diklaim mampu menangkal virus Corona-19 dan juga Vitamin C. Dari yang semula harganya berkisar Rp8000- Rp10.000 perbiji melonjak hingga Rp15.000-Rp25.000.
Mudahnya masyarakat digoyang dengan kelangkaan barang dan melonjaknya harga. Sebenarnya fenomena ini tak sehat, sebab secara psikologis menunjukkan ada rasa takut yang berlebihan terkait jaminan masa depan. Yang terjadi malah menyakitkan, sebab yang berduit banyak bisa membeli lebih banyak sehingga stoknya bertambah banyak pula, artinya dia akan lebih sehat dibanding yang untuk mencari satu jenis saja dari barang langka tadi penuh drama. Meskipun secara asas mereka sama-sama punya hak untuk sehat.
Kali ini, pemerintah justru berniat menciptakan disaster kelangkaan barang dan harga lagi dengan mematok harga tes antigen. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati , yang mengeluarkan aturan baru mengenai tarif tes antigen di Kementerian Kesehatan. Beleid anyar tersebut yaitu berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 104/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Sri Mulyani menetapkan uji validitas rapid diagnostic test antigen yang dilaksanakan oleh laboratorium di lingkup Kementerian Kesehatan dikenakan tarif Rp694.000 dan berlaku mulai 18 Agustus 2021 (Merdeka.com,13/8/2021).
Presiden Joko Widodo pun memerintahkan agar harga tes polymerase chain reaction (PCR) diturunkan, yaitu di kisaran Rp450 ribu hingga Rp550 ribu. “Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara Rp450.000 sampai Rp550.000,” kata Jokowi dalam keterangannya melalui kanal YouTube Setpres (detik.com,15/8/2021).
Menurut Jokowi, dalam menangani COVID-19 memperbanyak testing atau pemeriksaan adalah salah satu caranya dan itu bisa dicapai dengan menurunkan harganya. Pun Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai langkah menurunkan harga tes swab PCR sudah tepat. Menurutnya, langkah ini bisa memperbanyak jumlah pemeriksaan dini (testing).
“Langkah Presiden Joko Widodo memerintahkan Kementerian Kesehatan untuk menurunkan harga satu kali test PCR dari kisaran harga Rp700 ribu sampai Rp1 juta, menjadi Rp 495.000 untuk wilayah Jawa dan Bali, serta Rp 525.000 di luar Jawa dan Bali, sudah sangat tepat. Hasil tes PCR harus keluar tidak boleh lebih dari 1×24 jam. Kebijakan ini mulai berlaku pada 17 Agustus 2021. Langkah tersebut bisa memperbanyak testing tanpa perlu menambah beban pengeluaran masyarakat,” ujar Bambang Soesatyo (detik.com,17/8/2021).
Bamsoed menambahkan, kunci agar Indonesia bisa segera merdeka dari pandemi COVID-19 dan ancaman radikalisme adalah vaksinasi kesehatan dan vaksinasi ideologi. Selain melakukan penebalan nilai-nilai Pancasila dan memperkuat persatuan dan kesatuan, penerapan disiplin protokol kesehatan serta penerapan 3T testing, pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) harus menjadi prioritas.
Semua ini agar target pendapatan dan belanja negara pada RAPBN 2022 yang mencapai Rp2.708,7 triliun bisa terealisasi. Dan tambahnya, tahun 2022 pemerintah juga harus mendatangkan lebih banyak investor guna membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
“Sebanyak 51,5% di luar Jawa dan 48,5% di Jawa, serta mampu menyerap lebih dari 620.000 tenaga kerja Indonesia. Kita harus mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang menargetkan di bulan mendatang investasi bisa mencapai Rp 900 triliun, sehingga bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat (PB KODRAT) ini.
Bisa jadi inilah salah satu alasan pemerintah untuk menaikkan sektor perekonomian yang ambruk parah, melalui pelaksanaan tes PCR, kemudian diikuti dengan vaksin. Rakyat pun mau hal yang sama, namun mengapa ada penetapan harga? Artinya pemerintah masih menghitung bahkan berharap untung rugi dari pelaksana ini. Parahnya apa yang dinyatakan presiden dan menteri keuangan bisa selisih harganya. Bagaimana rakyat bisa mempercayai ini?