Kampus Asing di Dalam Negeri, Prestasi?
Monash University Indonesia sudah beroperasi. Sambutan hangat diberikan oleh pejabat negeri, atas dibukanya kampus asing pertama di Indonesia ini.
Kampus berskala Internasional yang asalnya dari negara Kanguru Australia, menampilkan wajah ia mampu mewujudkan harapan besar untuk kemajuan bangsa. Kehadiran kampus asing di dalam negeri menjadi angin segar bagi dunia pendidikan yang baik kedepannya.
Generasi muda yang Tangguh, berdaya saing tinggi dengan pengetahuan dan ilmu yang mumpuni, mampu bersaing dalam kompetisi global digadang-gadang akan dicetak oleh kampus ini. Cetakan lulusannya diharapkan dapat berkontribusi secara luas terhadap pembangunan di bidang sosial, teknologi dan ekonomi Indonesia.
Besar harapan Indonesia kepada kampus ini dalam membantu menyiapkan Indonesia menjadi negara dengan PDB terbesar ke-5 di dunia pada tahun 2045 mendatang (fin.co.id, 05/10/2021).
Tetapi benarkah keberadaan kampus asing di dalam negeri menjadi sebuah prestasi?
Rupanya mahasiswa yang berkantong tebal saja yang bisa masuk dalam kampus ini. Kampus berbiaya tinggi ini, membutuhkan modal untuk dapat lulus pada jurusan Sains Data dengan total biaya sebesar Rp312 juta per 72 SKS dan Rp416 juta per 96 SKS. Begitu pun pada tiga jurusan lain yang ditawarkan, yaitu total biaya RP312 juta pada jurusan kebijakan dan manajemen publik, Rp312 juta untuk 72 SKS dan Rp416 juta untuk 96 SKS pada jurusan desain perkotaan, dan Rp312 juta (72 SKS) pada jurusan inovasi bisnis (detik.com, 05/10/2021).
Padahal kampus yang ada saat ini saja hanya 24,3 juta orang (9%) dari 270 juta penduduk indonesia yang mampu mengakses sampai jenjang perguruan tinggi (cnnindonesia.com, 14/10/2020).
Bukan hanya dana pendidikan yang menjadi persoalan, juga arah tujuan pendidikan negeri ini. Kolaborasi riset dan kemitraan dengan komunitas akademi akan ada di Era industri 4.0 lewat kampus asing ini memiliki goal yaitu menciptakan peluang kemitraan komersial untuk industri (detik.com, 04/10/2021).
Lagi-lagi perguruan tinggi menjadi lahan subur komersialisasi bagi industri strategis udemi menggerakkan roda perekonomian. Karena dalam kapitalisme, pendidikan adalah salah satu sektor jasa yang masuk dalam perjanjian GATS (General Agreement on Trade in Services). Tidak hanya itu, pendidikan tinggi saat ini disinyalir menjadi pintu masuknya penjajahan akademis, hegemoni riset dan sekulerisasi.
Hal tersebut begitu terasa pada Permendikbud No. 92 tahun 2014 tentang syarat penjadi profesor sesuai pertimbangan Ditjen Dikti yaitu wajib menulis di jurnal internasional bereputasi yang terindeks oleh Web of Science, Scopus, Microsoft Academic Search, atau lainnya.