Nadiem Harus Belajar Pancasila
Di antara Menteri “kekacauan” selain Yaqut, Luhut, Erick, Risma, juga Nadiem Makarim. Alih-alih membawa pendidikan yang semakin baik, Nadiem menggambarkan sosoknya yang liberal, tidak paham agama, dan lebih jauh miskin akan pendidikan Pancasila. Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 yang ditandatangani Nadiem tanggal 30 Agustus 2021 telah membuat kekacauan lagi.
Sejak program “Kampus Merdeka” yang tak jelas, road map pendidikan tanpa menyentuh nilai-nilai keagamaan, agenda kurikulum moderasi beragama yang mengacak-acak makna agama, hingga terakkhir soal kekerasan seksual di kampus yang berimplikasi pada kebebasan seksual (zina) dan melegalisasi LGBT.
Peraturan Menteri yang kemasannya bagus yakni berjudul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, berisi aturan yang justru menggambarkan liberalisasi, peminggiran agama, dan jauh dari ideologi Pancasila. Ideologi barat Marxisme masuk dalam filosofi pengaturan.
Liberalisasi
Sepertinya asas liberte, fraternite, dan egalite menjadi dasar pandangan Nadiem. Standar terjadinya kekerasan seksual atau tidak tergantung pada konsensus dalam berhubungan seks (sexual consent). Suka sama suka yang ‘halal’ dan perlindungan atas nama persamaan gender memproteksi LGBT. Asal dewasa dan tanpa pemaksaan.
Peminggiran Agama
Ukuran benar dan salah bukan berdasarkan agama, padahal persoalan hubungan seks adalah sarat nilai. Semua agama peduli akan hal ini, kecuali agama abal-abal. Meminggirkan agama adalah melawan kultur religiusitas bangsa Indonesia. Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang dibentuk ternyata steril dari komponen agama apakah ulama atau ahli agama.
Tidak Berbasis Pancasila
Tertib Pancasila adalah tertib hukum. Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 itu dibuat tanpa dasar hukum. Gagalnya RUU P-KS menjadi UU justru muatannya diadopsi pada Permen ini.
Di samping itu Permen ini juga bertentangan dengan sila pertama dan kedua Pancasila. Menghilangkan nilai Ketuhanan dan hanya berbasis kepada Kemanusiaan, itupun tanpa peduli akan “Adil dan Beradab”.