Arus Moderasi Berbaju Toleransi
Polemik ucapan selamat natal kembali mencuat di akhir tahun. Hal ini tentunya tidak terlepas dari bahwasanya penduduk mayoritas negeri ini beragama Islam. Agama yang diyakini oleh lebih dari 86 persen penduduk Indonesia.
Adanya edaran tentang pemasangan spanduk ucapan Natal dan Tahun Baru dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenag Sulsel) membuat masyarakat kembali mempertentangkan dan sekaligus mempertanyakan kebijakan ini.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf merespons polemik perihal boleh atau tidaknya umat Islam menyampaikan ucapan Selamat Natal kepada umat Kristiani. Bukhori menilai tidak boleh ada paksaan bagi pihak yang mau mengucapkan atau pun tidak mengucapkan.
“Dalam kaitannya dengan ucapan Natal, itu dikembalikan kepada pribadi masing-masing mengingat hal itu tidak boleh dipaksakan, dalam hal mengucapkannya atau tidak mengucapkannya. Dengan demikian, tidak ada kaitannya jika mengucapkannya disebut moderat sementara jika tidak mengucapkannya disebut radikal atau intoleran,” jelasnya.
Pernyataan sejenis juga disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis menyebut mengucapkan selamat Natal itu boleh.
Dalam hal ini menurut KH Muhammad Cholil Nafis, hal tersebut hanya dalam konteks saling menghormati dan toleransi antar umat beragama.
Edaran spanduk ucapan natal bagi semua jajaran kemenag sulsel walaupun menuai protes masyarakat namun dianggap harus tetap dilanjutkan untuk menegaskan sikap pemerintah terhadap isu ucapan natal. Bahkan MUI dan parpol Islam pun nampak mendukung kebijakan ini dengan menyatakan tidak ada larangan tegas dari syariat untuk mengucapkan selamat. Ini menegaskan makin masifnya kebijakan pro moderasi beragama (MB) dan membuktikan bahwa program MB nyata mendorong muslim meremehkan urusan prinsip agama bahkan yang berkaitan dengan akidah.
Arus moderasi yang berbalut toleransi makin gencar disuarakan pemerintah. Makna toleransi yang dipahami umat Islam menjadi terkaburkan. Dalam hal ini perlu kita bahas apa hukum mengucapkan selamat hari raya pada umat beragama lain. Apakah dengan alasan bertoleransi hal tersebut dapat dibenarkan.
Islam melarang kaum Muslim merayakan atau melibatkan diri dalam perayaan hari raya orang-orang kafir, apapun bentuknya. Pasalnya, Islam mengharamkan kaum Muslim terlibat dalam perayaan-perayaan keagamaan orang-orang kafir.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Kaum Muslim telah diharamkan untuk merayakan hari raya orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kaum Muslim juga diharamkan memasuki gereja dan tempat-tempat ibadah mereka.” (IbnuTamiyyah, Iqtidla’ al-Shiraath al-Mustaqiim, hal. 201).