NUIM HIDAYAT

Para Ustadz, Hati-Hati terhadap Nafsu Seks

“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad)

Beberapa waktu terakhir ini banyak berita beberapa ustadz yang berbuat tak senonoh terhadap perempuan. Mereka melakukan perzinahan atau bergaul bebas dengan santriwatinya tanpa pernikahan. Di Bandung, Depok, Sumatera Selatan dan lain-lain, peristiwa ini terjadi.

Tentu hal ini membuat kita mengeluds dada. Ustadz yang seharusnya menjadi teladan dalam pergaulan laki-laki dan perempuan justru malah melanggarnya. Ustadz itu tentu tahu haramnya perbuatan zina, tapi karena godaan nafsu yang menggelegak ia tidak tahan untuk berbuat haram. Ia tidak mengamalkan ilmu yang telah difahaminya.

Nafsu seks ini memang muncul bila dirangsang dari luar. Laki-laki yang tadinya tidak berpikir seks, tiba-tiba di depannya muncul perempuan yang bercelana mini, maka akan timbul gairah seksualnya. Begitu pula bila seseorang melihat film petualangan misalnya, tiba-tiba ada adegan ciuman maka nafsu seks akan bangkit.

Begitulah ‘fitrah’ timbulnya nafsu seks itu. Maka alangkah hebatnya Islam dalam pengaturan hubungan laki-laki dan perempuan ini, agar nafsu seks tidak liar mengganas ke mana-mana.

Pertama, Islam mengatur masalah pandangan pria terhadap wanita atau wanita terhadap pria. Al-Qur’an memerintahkan ketika nafsu syahwat muncul, maka pria atau wanita disuruh menundukkan pandangan.

Al-Qur’an menyatakan, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…” (QS an-Nuur 30-31)

Menundukkan pandangan ini bukan hal mudah. Tentu ini dimaksudkan bukan menundukkan pandangan ketika berdialog atau ketika terjadi interaksi belajar mengajar antara pria dan wanita (muamalah).  Menundukkan pandangan di sini adalah memandang yang tidak perlu. Misalnya sengaja nongkrong-nongkrong di jalan untuk memandangi wanita dan seterusnya. Memandang wanita dalam masalah mualamah diperbolehkan selama ‘tidak timbul syahwat’ di sana. Ketika timbul syahwat, Islam menganjurkan menundukkan pandangan.

Di alam sekuler ini, di mana film dan musik banyak bertebaran wanita yang membuka aurat dan merangsang syahwat, maka nampaknya kita harus banyak beristighfar.

Kedua, Islam mengatur laki-laki dan wanita menutup aurat. Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, sedangkan aurat perempuan adalah semua tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. “Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat.” (HR. Ahmad).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button