Islamofobia di India Menguat, Siapa Perisai Umat?
Menjadi mayoritas ‘dipaksa’ bertoleransi tingkat tinggi, menjadi minoritas dipersekusi. Itulah gambaran kaum muslim hari ini. Di negeri, yang katanya kaum muslim menjadi mayoritas, mereka harus bertoleransi tingkat tinggi. Sementara itu, di negeri yang katanya kaum muslim menjadi minoritas, tidak sedikit diskriminasi dan persekusi, bahkan penindasan menimpa kaum muslim. Salah satunya seperti yang terjadi di India.
India tengah menjadi sorotan. Konflik terkait hak beragama meningkat di negeri ini, setelah sebuah kampus melarang sekelompok mahasiswi muslim berhijab masuk kelas. Gelombang demonstrasi pun makin meluas, untuk menegakan hak-hak dasar sebagai warga negara, terutama ranah berhijab yang harus dipenuhi pihak University College di Udupi, India.
Diketahui publik, kampus negeri yang terletak di Karnataka, India tersebut telah menerapkan larangan jilbab sejak Desember 2021. Pihak kampus menyebutkan bahwa memakai jilbab (di kampus) suatu bentuk melanggar aturan, sebab terkait larangan memakai simbol-simbol agama. (bbc.com, 9/2/2022).
Situasi ini pun menuai perhatian dan kritik dari berbagai belahan dunia. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pun angkat bicara terkait kontroversi larangan jilbab ini. OKI menyatakan serangan terus-menerus yang menargetkan muslim, adanya tren UU anti-Islam, dan meningkatnya insiden kekerasan terhadap muslim, merupakan indikasi tren Islamofobia yang berkembang. (Sindonews.com, 16/2/2022).
Ya, menjadi rahasia umum, Islamofobia kronis telah lama menjangkiti India. Cendekiawan asal Amerika Serikat, Noam Chomsky, bahkan menyebut Islamofobia telah menjadi bentuk paling mematikan di India. Mengubah sekitar 250 juta muslim India menjadi minoritas yang teraniaya. (dawn.com, 12/2/2020).
Teraniaya dicengkeram Islamofobia. Itulah kondisi kaum muslim dalam jeratan rezim anti-Islam di India. Bahkan sejak demonstrasi larangan jilbab bergulir, kekerasan terhadap muslimah India pun ikut meningkat. Tidak sedikit kasus kekerasan ini diunggah di media sosial, seolah mengabarkan pada dunia tentang derita dan pilu muslim India yang tak kunjung usai.
Situasi ini pun tak ayal lagi menambah daftar panjang bukti kekejaman rezim Islamofobia India terhadap Islam dan umatnya. Seiring makin derasnya pula berbagai kebijakan anti-Islam yang digagas oleh rezim Islamofobia dari partai radikal Hindu ini. Alhasil, kaum muslim India pun makin tak berdaya.
Kini, muslim India tengah meminta perhatian dan uluran tangan dari dunia, khususnya dari dunia Islam. Berharap dunia mampu menyeka air mata muslimah India, yang tumpah akibat diskriminasi dan persekusi. Berharap tuan-tuan penguasa di negeri-negeri muslim mampu menjadi perisai bagi mereka. Namun sayang seribu sayang, sekat nasionalisme semu nyata melunturkan rasa kepedulian mereka terhadap derita muslim India. Berani mengecam, tetapi tak berani mengulurkan tangan.
Kini, harapan terwujudnya kehidupan yang aman dan adil di tengah muslim India hanyalah utopia belaka, selama masih berada dalam naungan sekularisme. Sebab, demokrasi yang lahir dari rahim sekularisme ini, telah nyata menumbuhsuburkan Islamofobia. Ironisnya, ukhuwah Islamiah pun makin luntur akibat sekat nasionalisme, padahal sesungguhnya muslim itu bersaudara (TQS. Al-Hujurat [49]: 10).
Inilah buah getir ketiadaan khilafah di tengah umat Islam. Tiada penjaga dan perisai, bak anak ayam yang kehilangan induknya. Tercerai berai dan terkoyak kehormatannya. Dihantui Islamofobia di mana pun mereka berada, padahal merekalah umat terbaik seperti yang Allah SWT dan Rasul-Nya kabarkan.