Anies dan Gerakan Kolaborasi bersama Rakyat Memenangkan Pilpres 2024
Momentum berakhirnya kepemimpinan Jokowi harus dijadikan momentum untuk “Indonesia Bersih-Bersih”.
Indonesia 2024 harus dipimpin Presiden baru, bukan turunan, duplikasi atau koloni warisan “bad-legacy”nya era Jokowi yang menengarai adanya konspirasi oligarki korporasi dan oligarki partai politik.
Kita pahami mana-mana saja partai politiknya dengan para pemimpinnya yang membuat legacy Jokowi menjadi buruk. Keduanya boleh jadi menginginkan keberlanjutannya, yang kita tahu sudah dilakukan dengan pelbagai macam-macam cara: dari melalui cover up “sembunyi-sembunyi” KIB, deformasi komunitas relawan Projo, deklarasi sintetik Kepdes, sampai yang paling terupdate Musra, tujuan hasilnya sekali pun tanpa Jokowi sesungguhnya masih ada Jokowi atau Jokowi lolos ke periode tiga sekalian.
Sampai MK pun patut diduga tersandera oleh kepentingan konspirasi ini, ngotot mempertahankan Preshold 20% tanpa tedeng aling-aling.
Sudahlah yang diambil sebagai pondasi pedoman yang ada dan sesuai konstitusi saja, Jokowi berakhir dan Indonesia memerlukan seorang figur Presiden baru yang mampu memberikan “suluh harapan baru”. Yang sanggup memberikan warna kontras baru bagi perubahan nasib rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia yang lebih baik: tanpa oligarki, tanpa konspirasi dan tanpa korupsi.
Dan dengan rakhmat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, semoga satu-satunya “suluh harapan baru” itu, adalah ada di tangan Anies Baswedan (ABW). Beliau menjadi satu-satunya premis “jalan keluar” bagi terwujudnya kepemimpinan baru Indonesia yang sudah dijalankannya di Jakarta dengan begitu banyak mendapatkan penghargaan kemaslahatan dan apresiasi dari lembaga kompeten Internasional dan domestik atas keberhasilan membangun Jakarta berkemajuan.
Membangun Jakarta berkemajuan itu, bahkan tidak hanya berarti dan bermakna pada pencapaian yang bersifat fisik dan materialisme semata, melainkan hal paling substantif, adalah terwujudnya kebersatuan di antara warganya yang tak terelakkan memang merepresentasikan pluralitas.
Kemajemukan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) bisa disatukan dan dikolaborasikan, dikarenakan secara nyata dan faktual adanya perasaan kesetaraan dan keadilan sosial bersama itu dirasakan oleh setiap jenjang dan struktur dari seluruh warga Jakarta yang notabene suatu kota dari Ibukota Negara, kota urban-pluralis megapolitan modern sebagai cermin dan poros etalase kemajuan Indonesia kini dan ke depan yang bermatra: Go Green, Go Smart dan Go Renewable City. Sekaligus, terlebih di kancah pergaulan kota berkemajuan global berpacu berkompetisi dengan negara-negara lainnya.
Maka, ketika pesta demokrasi 2024 itu dilaksanakan kelak, teknis politis keterpilihan Anies Baswedan sebagai “satu-satunya mahkota calon” sungguh jangan sekali-sekali menggunakan cara konspiratif oligarki. Anies jelas anti oligarki, anti konspirasi, anti korupsi, dan anti kolusi, apalagi segala jenis “kejahatan terselubung” yang kini tengah melanda dan membalut lembaga kepolisian.
Ketika partai Nasdem berinisiasi dengan analogi berdasarkan pola dan metode pemilihan yang merepresentasikan suara aspirasi kerakyatan melalui Rakernas JCC Senayan, kemudian merekomendasikan salah satunya ABW sebagai calon Presiden, hendaknya tetap dipertahankan sebagai bagian dari amanah dan tujuan visi dan misi demokratisasi kebangsaan yang lebih tinggi dan meluas secara nasional.
Terlebih, sungguh yang sangat luar biasa jika kemudian dapat disegerakan realisasinya , setelah ABW menyelesaikan purnatugasnya dari jabatan Gubernur DKI Jakarta Oktober 2022 mendatang, sekaligus sebagai cerminan disiplin aturan yang selalu dipegang teguh oleh ABW ini tak tergiur oleh begitu tingginya “godaan” magnet daya tarik calon Presiden, Partai Nasdem resmi dan sah secara legal mendeklarasikan dan memproklamirkan koalisinya bersama PKS dan Partai Demokrat yang selama ini menjadi partai oposisi di pemerintahan Jokowi akan lebih mudah tanpa rintang dan rentang menjadi perekat kedekatan untuk berkolaborasi bersama rakyat.