Pak Menag, Ibadah Haji Mohon Jangan Dikapitalisasi
Setelah dua tahun keberangkatan jamaah haji sempat terhenti karena pandemi, kini kebijakan pembiayaan haji diwacanakan dilejitkan hingga kelipatan dua sampai tiga kali.
Kenaikan biaya haji yang harus dibayarkan oleh calon jemaah pada 2023 ini menjadi sebesar Rp69, 2 juta. Nominal tersebut merupakan 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11.
Adapun 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta. Menteri Agama, Cholil Qoumas merinci, komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah.
Biaya tersebut nantinya dialokasikan untuk membayar biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784, akomodasi di Mekah Rp18.768.000, akomodasi di Madinah Rp5.601.840, dan biaya hidup Rp4.080.000.
Berkenaan dengan biaya ibadah haji tersebut, Kemenag mengemukakan beberapa alasannya.
Pertama, dipicu karena kenaikan komponen. Hal ini disampaikan Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj. Beliau menyebut kenaikan biaya haji yang diusulkan Kementerian Agama dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI semata-mata demi kemaslahatan umat dan keberlangsungan keuangan haji.
Kedua, dipicu karena adanya perubahan kebijakan dari Pemerintahan Arab Saudi. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR dari PKB, Luqman Hakim. Dinyatakan bahwa kenaikan beberapa komponen biaya haji yang ditentukan Pemerintah Arab Saudi melalui syarikahnya membuat biaya haji mesti meningkat. Sehingga ini memberikan efek domino pada naiknya biaya haji.
Jelas kebijakan Kenaikan biaya haji ini mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Sebagian memandang ini sebagai sebuah kewajaran seiring meningkatnya pelayanan dan komersialisasi haji oleh pemerintah Arab Saudi. Namun, tidak sedikit pula yang berpendapat menyelisihi. Di tengah spirit kaum Muslim untuk menunaikan rukun Islam ke lima ini, timbullah pertanyaan ke mana dana umat?
Kalkulasi biaya tersebut bermula dari kian panjangnya antrean para jemaah haji yang telah terdaftar. Menelaah data Kemenag, jumlah pendaftar haji setiap tahunnya mencapai angka 5,5 juta. Jika dibagi dengan kuota normal per tahun sebanyak 221.000, terlihat bahwa masa tunggu haji rata-rata mencapai 25 tahun. Dalam rentang waktu ini, dana haji yang telah calon haji setorkan berada di bawah pengelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
BPIH dalam Buku Panduan mengenai Investasi keuangan haji, diuraikan bahwa pengelolaan dana haji dilakukan oleh Badan Pelaksana Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas. Sebelum BPKH, pengelolaan dana haji menjadi tanggung jawab Kemenag.
Keberadaan Kemenag berwenang untuk menginvestasikan BPIH ke tiga instrumen investasi, yaitu deposito berjangka syariah, Surat Utang Negara (SUN), dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).