Ibu-Ibu Pengajian Disoal, Wujud Nyata Sekulerisme
Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Lewat didikan seorang ibu akan melahirkan banyak generasi hebat harapan umat di masa depan. Akan tetapi hal tersebut hanya bisa terjadi jika sang ibu memiliki bekal dalam mendidik anak. Salah satu bekal yang penting dimiliki oleh seorang ibu adalah pemahaman agama.
Saat ini, Banyak kalangan ibu yang sudah berinisiatif untuk selalu mengikuti pengajian rutin dalam rangka menambah pemahaman agama seperti mengikuti pengajian majelis ta’lim ataupun kegiatan keagamaan lainnya. Sayangnya kenyataan tersebut tidak disambut baik oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sekaligus presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri.
Seperti dilansir Republika.co.id, Megawati memicu kontroversi di media sosial dengan salah satu ucapan dalam pidatonya saat menjadi pemateri dalam Seminar Nasional “Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, Serta Mengantisipasi Bencana” di Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Februari lalu.
Megawati mempertanyakan mengapa banyak ibu-ibu saat ini yang senang ikut pengajian. Dia juga berpesan agar para ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dan melupakan gizi anak. Seolah pengajian menjadi biang kerok yang bisa membuat para ibu melalaikan gizi anak dan aktivitas yang harus segera ditinggalkan.
Buah pemikiran sekuler
Pernyataan Megawati tersebut merupakan buah dari pemikiran sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Kegiatan mengkaji agama oleh para ibu yang seharusnya diapresiasi positif malah dianggap sebagai bentuk kegiatan yang akan membawa masalah.
Seorang ibu yang mengemban pemikiran sekuler ini akan mendidik anak-anaknya sesuai pemahaman yang dimiliki. Ilmu agama tentunya tidak menjadi prioritas. Banyak orang tua yang panik jika anaknya mendapatkan nilai akademik yang rendah, sebaliknya terlihat santai saja jika anaknya belum lancar membaca Al-Qur’an atau jika belum melaksanakan kewajiban sholat lima waktu.
Pemikiran sekuler ini menempatkan orientasi kesuksesan dan kebahagiaan seorang manusia hanya untuk dunia bukan akhirat. Dengan pemikiran seperti ini maka wajar jika lahir persepsi buruk kepada orang-orang yang ingin mempelajari agamanya dengan lebih mendalam. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang mabuk agama yang harus segera disadarkan. Agama dianggap sebagai racun yang membawa keburukan bagi manusia terutama para ibu.
Istilah pengajian yang bermakna positif seolah dikerdilkan. Padahal antara rutinitas ibu-ibu yang mengikuti pengajian dengan pembagian waktu mengurus anak bukanlah dua hal yang perlu dipermasalahkan. Keduanya bisa berjalan beriringan bahkan tidak boleh ditinggalkan salah satunya. Justru dengan
pemikiran sekuler yang masih tetap eksis melahirkan generasi yang mudah tergerus rusaknya zaman dan menjadi pelaku kerusakan. Banyaknya anak dengan akidah yang lemah, mudah terombang-ambing pergaulan bebas, narkoba, hamil di luar nikah, dan segudang perilaku rusak lainnya tak bisa dipisahkan dari peran orang tua terutama peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya yang lalai dan abai dalam Pendidikan agama anak.