EKONOMI BISNIS

Lima Cara Utama Mengkaji Ekonomi Syariah Perspektif Fikih

Banyak kajian tentang muamalah yang sedang trend hari ini. Kajiannya ada yang berkaitan dengan penegasan dan konfirmasi kaidah, juga pernyataan pendapat ulama pada fikih.

Fikih muamalah melebar kajiannya pada ekonomi. Tak heran, nomenklatur program studi muamalah berubah menjadi hukum ekonomi syariah. Kajiannya tidak hanya bagaimana melakukan hubungan transaksi. Sisi ekonominya berkaitan dengan hukum apa yang diperoleh dari transaksi.

Sehingga  dari aspek fikih, muamalah berkembang menjadi ekonomi syariah yang berkaitan dengan pengelolaan apa yang diperoleh dari transaksi.

Kenyataan empiris tentang muamalah yang berkembang luar biasa sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat pada transaksi ekonomi. Apalagi jika dihubungkan dengan perkembangan sosial, transaksi ekonomi memerlukan penjelasan yang cukup sesuai dengan kaidah tertentu.

Salah satu kajian yang masih relevan dikaji adalah pendapat ulama dalam berbagai literatur fikih, khususnya kaitan dengan fikih klasik. Teorinya cukup banyak dan menyebar di beberapa kitab yang ditulis para ulama.

Relevansi Teks Fikih dengan Konteks

Meskipun secara historis produk fikih klasik cukup panjang rentangnya dengan kondisi hari ini, namun teorinya masih dianggap relevan untuk fenomena hari ini. Relevansi yang dimaksud berkenaan dengan beberapa hal.

Pertama, pernyataan pada kitab memuat terminologi yang mirip dengan fenomena hari ini. Akad salam mirip dengan order trading atau pre order karena di dalamnya terdapat pembelian dengan pemesanan. Syirkah atau musyarakah mirip dengan perkongsian. Takaful senada dengan asuransi. Begitu pula dengan istilah lain.

Kedua, pernyataan ulama menjadi dasar pijakan setelah Al-Qur’an dan Sunnah dalam melihat, mengkaji, juga mengonfirmasi fenomena dengan pendapatnya.  Teori setelah Al-Qur’an dan Sunnah merupakan hasil ijtihad. Sebab, merujuk pada pendapat A Hanafi (1998) dalam buku Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, ijtihad adalah pengerahan kemampuan untuk menggali hukum syariat.

Penggalian memerlukan konsentrasi dan instrumen ilmu yang mumpuni. Tidak sembarangan seseorang dianggap mujtahid. Ia harus menguasai ragam keilmuan yang cukup luas dan mendalam. Sehingga teks-teks setelah kedua sumber ajaran dipandang sebagai hasil ijtihad.

Ijtihad para ulama menyajikan perhatian intens dalam menurunkan gagasan dan hukum dalam memberikan penjelasan terhadap fenomena.  Fenomena yang berkembang dikomunikasikan pada teks kewahyuan. Proses ini menghasilkan produk keilmuan yang luar biasa. Hasilnya, tidak hanya menjelaskan tentang sesuatu melainkan pula digunakan untuk prediksi dan solusi bagi kasus tertentu.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button