Tata Kelola Pasir Laut agar Tidak Semrawut
Terhitung setelah 21 tahun lamanya negeri ini menghentikan pengiriman pasir laut ke negeri tetangga, Singapura, yang diatur dalam PP 26/2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, kini justru kebijakan Jokowi membuka kembali per tanggal 15 Mei 2023.
Kebijakan pemerintah membuka keran eksploitasi pasir laut terus disorot. Komisi VII DPR menilai kebijakan tersebut rentan penyalahgunaan dan berpotensi tumpang-tindih. Hal demikian karena bertentangan dengan aturan pemerintah lainnya. Mereka meminta agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM meninjau ulang aturan yang memicu kegaduhan itu.
Kebijakan eksploitasi pasir laut dalam pemanfaatan hasil sedimentasi yang berupa pasir laut dan lainnya untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur, dan ekspor akan berisiko tinggi.
Dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/6/2023), sebagian besar anggota komisi mencecar esensi dari PP No 26/2023. Mereka menyinggung adanya potensi tumpang-tindih aturan yang satu dengan lainnya.
Ikut juga mengemukakan pendapat, Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengatakan, PP No 26/2023 tidak mewajibkan pengusaha yang ingin memanfaatkan pasir laut untuk membuat izin usaha pertambangan (IUP). Hal ini membuka ruang bagi pengusaha untuk mengeksploitasi pasir laut di sepanjang garis pantai Indonesia yang akan merusak kelestarian lingkungan (Kompas.com, 13/06/2023).
Jelas aktivitas penggalian pasir laut dapat berimbas negatif terhadap ekosistem laut dan manusia.
Pertama, mengenai kerusakan ekosistem pasir laut merupakan bagian paling penting bagi ekosistem pantai. Jelas bahwa penggalian pasir laut bisa mengganggu struktur fisik dan kelangsungan ekologi habitat alami terumbu karang, Padang lamun, juga tempat berkembang biaknya hewan laut. Selain itu, aktivitas ini pun berpotensi merusak mikroorganisme, invertebrata, serta biota laut lainnya yang hidup di pasir.
Kedua, mengenai erosi pantai. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penyangga alami pantai adalah pasir laut. Keberadaanya mampu mencegah erosi. Jika penggalian pasir laut semrawut tak terkendali ini akan berisiko pada penipisan pantai bahkan mendatangkan banjir. Erosi pantai akan lebih diperparah dengan penggalian tersebut dan akan mengakibatkan kerusakan infrastruktur juga pemukiman manusia yang berada di dekat pantai.
Ketiga, mengenai gangguan pada organisme. Indonesia yang kaya akan kekayaan lautnya, termasuk organisme berupa ikan, moluska serta krustasea membutuhkan pasir laut sebagai habitatnya, mencari makannya, serta pengembangbiakannya. Jika penggalian pasir laut semrawut tak terkendali, ini akan berpotensi mengganggu siklus kehidupannya, mengurangi populasinya, dan merusak ekosistem kehidupan laut.
Keempat, berkaitan dengan nasib nelayan. Bagaimana pun kehidupan nelayan bergantung pada ekosistem laut yang sehat dan berkelanjutan demi menafkahi keluarganya. Tidak dipungkiri bahwa penggalian pasir laut dapat mengurangi ketersediaan ikan juga mengganggu habitatnya. Inilah yang akan menjadikan nelayan merugi. Belum lagi alat untuk menggali pasir laut ini akan ikut merusak jaring dan peralatan nelayan dalam mencari ikan.
Kelima, berkaitan dengan perubahan iklim. Aktivitas penggalian pasir laut akan ikut berdampak pada perubahan iklim. Pasir laut memiliki kandungan karbon organik yang terdapat di dalam tanah dan endapan. Dengan adanya penggalian pasir laut maka karbon yang tertimbun akan dibebaskan ke atmosfer. Ini berakibat pada peningkatan emisi gas rumah kaca dan meningkatkan pemanasan global.
Oleh sebab itu, kiranya Bapak penguasa negeri ini hendaknya memikirkan kembali apa yang hendak dibulirkan dalam kebijakannya. Mengingat Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas Muslim, adanya Islam bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, tapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya bahkan dengan alam semesta tempat ia berpijak di atasnya.