Hukum Membuat Patung dalam Islam
Gubernur Ridwan Kamil tidak memperlihatkan tanda akan membatalkan perizinan pembuatan patung Soekarno di tengah gelombang penolakan warga yang terus terjadi. Patung setinggi 20 meter dan menelan biaya senilar 24,5 miliar ini dinilai jauh dari kepentingan masyarakat. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sedang karut marut.
Setelah rencana pembangunan patung Soekarno di Taman Saparua, kini rakyat Jawa Barat dikejutkan kembali dengan berita bahwa di perkebunan Walini Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat akan dibangun patung Soekarno dengan tinggi 100 meter.
Lantas, bagaimana hukum membuat patung dalam pandangan Islam?
Dalam bahasa arab, aktivitas menggambar sesuatu disebut tashwir. Tashwir ini bukan hanya mencakup dua dimensi, atau tidak memiliki bayangan, tetapi juga termasuk aktivitas membuat patung (at-timtsal) dan pahatan (an-nahtu).
Islam sebagai sebuah ideologi (pandangan hidup) telah mengharamkan aktivitas tashwir, yakni menggambar, memahat juga membuat patung setiap makhluk bernyawa. Apakah itu dibuat di atas kertas, kulit, tembok, kain, dan sebagainya. Tidak ada perbedaan di dalamnya. Keharaman ini berdasarkan sejumlah hadis. Nabi Muhammad Saw di antaranya:
“Barang siapa menggambar suatu gambar (baik lukisan atau patung), maka Allah akan mengazabnya pada hari kiamat hingga ia dapat neniupkan ruh ke dalamnya, padahal dia tidak akan mampu meniupkannya.” (HR. Bukhari, 6370)
“Setiap orang yang menggambar (atau membuat patung), akan masuk neraka. Allah akan menjadikannya nyawa untuk setiap gambar (atau patung) yang dia buat, lalu gambar (atau patung) itu akan mengazab dia di neraka jahannam.” (HR. Muslim, 2110)
Banyak sekali dalil-dalil dari hadis yang menunjukkan keharaman aktivitas menggambar, memahat dan membuat patung makhluk bernyawa; baik manusia atau hewan yang separuh maupun utuh.
Di sisi lain, membuat patung-patung bernyawa khususnya patung para pahlawan atau para tokoh bukan budaya kaum muslimin. Itu adalah tradisi orang kafir. Dahulu kala sebelum Islam datang, bangsa-bangsa Mesir, Romawi, dan lain-lain biasa membuat patung para raja, tokoh, atau pahlawan sebagai bentuk pengkultusan kepada mereka. Begitu juga pada zaman modern, beberapa negara, seperti Uni Soviet dan China, membuat patung tokoh mereka untuk dikultusan oleh rakyatnya.
Oleh karena itu, kebiasaan membuat patung makhluk bernyawa dengan tujuan mengenang dan memuliakan orang-orang terdahulu termasuk tasyabbuh (menyerupai kebiasaan) terhadap orang kafir. Rasulullah Saw telah mengharamkan tindakan tersebut:
“Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad)
Dalam Islam, ada larangan yang tegas untuk mengkultuskan seseorang sekalipun mereka adalah ulama, pahlawan, ataupun pemimpin. Berbeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani, mereka adalah kaum yang berlebih-lebihan dalam menghormati dan memuliakan para nabi. Rasulullah saw. mengingatkan agar kaum muslim tidak melakukan hal yang sama.