Muhammad Saw Sang Negarawan
Nabi Muhammad Saw adalah pemimpin yang hebat. Tidak ada yang lebih hebat dari Rasulullah Saw. Tidak ada pemimpin yang kata-kata dan tingkah lakunya ditulis begitu mendetail seperti Rasulullah. Tidak ada pemimpin yang pengaruhnya ke seluruh dunia, hingga saat ini. Tidak ada pemimpin yang akhlaknya sempurna sebagaimana beliau. Tidak ada pemimpin yang mendapatkan wahyu dari langit (Allah) sebagaimana beliau. Tidak ada pemimpin yang dari kecil, remaja, dewasa dan tua, menjadi teladan bagi manusia (Muslim) hingga kini.
Al-Qur’an wahyu dari Allah yang disampaikan Rasul-Nya adalah bacaan yang paling mengagumkan. Siapapun yang membacanya dengan serius akan mengalami ‘kejutan demi kejutan’. Siapapun yang menelaahnya akan merasakan sentuhan personal yang lebih dahsyat dari buku manapun juga. Siapapun yang merenunginya akan merasakan ketentraman yang tiada tara. Siapapun yang mengamalkannya akan selalu merasakan keoptimisan dalam hidupnya. Optimis karena merasakan getaran kata-kata Al-Qur’an yang membahagiakan kehidupan dunia dan akhirat. Al-Qur’an juga sumber inspirasi yang paling hebat bagi manusia, bila mereka mau menghayatinya.
Hadits yang merupakan kata-kata Rasulullah juga mengandung makna yang luar biasa. Hadits adalah penjelas Al-Qur’an. Bedanya Al-Qur’an dijaga Allah sehingga tidak mungkin ada kekeliruan, sedangkan Hadits tidak ada jaminan tidak keliru, karena tidak dijaga Allah sebagaimana Al-Qur’an. Dari zaman ke zaman ada orang-orang yang benci kepada Rasulullah dan kemudian memalsukan Hadits.
Ribuan buku yang ditulis tentang Rasulullah. Ada yang menulis kata-katanya, ada yang menulis masa kecil dan remajanya. Ada yang menulis kisah cintanya dengan para istrinya. Ada yang menulis kisah peperangannya. Ada yang menulis perjuangan politiknya. Ada yang menulis kisahnya ketika menjadi pedagang. Ada yang menulis kisah dakwahnya, kisah sahabat-sahabatnya dan kisah ketika memimpin Negara (Madinah).
Buku yang ditulis Ustaz Tohir Bawazir ini melukiskan tentang seluk beluk bagaimana kebijakan yang dilakukan Rasulullah ketika memegang kepemimpinan negara. Buku ini bisa menjadi pegangan bagi para pemimpin politik di tanah air, pemimpin organisasi, pemimpin perusahaan, pemimpin sekolah dan masyarakat umum lainnya.
Pak Tohir -panggilan akrabnya- adalah seorang pengusaha dan intelektual. Selain memimpin penerbitan buku-buku Islam (Pustaka Al-Kautsar), ia juga menulis buku-buku yang bermutu. Ia seperti mendiang Jacob Oetama pendiri Kompas atau Haidar Bagir pendiri Mizan.
Buku karya Pak Tohir ini menarik. Ia membahas Rasulullah sebagai seorang negarawan. Pembahasannya dimulai dengan kisah dakwah Rasulullah di Makkah dan Madinah.
Ketika di Makkah, Rasul dan para sahabatnya mengalami teror, penghinaan, siksaan, bahkan ada yang dibunuh. Karena tekanan berat yang dialami para sahabat, Rasulullah memerintahkan beberapa sahabat untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia).
Dalam hijrahnya ini mereka bertemu dengan Raja Najasyi yang baik hati. Singkat cerita, ketika mereka sudah dating ke tempat hijrah itu, Raja Najasyi bertanya, ”Macam apa agama kalian itu, yang karena agama itu kalian dituduh memecah belah kaummu, dan kalian juga tidak mau masuk agama kami?”
Ja’far bin Abi Thalib yang menjadi juru bicara kaum Muslimin menjawab,”Wahai Tuan Raja, dahulu kami adalah pemeluk agama Jahiliyah. Kami menyembah berhala-berhala, memakan bangkai, berbuat mesum, memutuskan tali persaudaraan, menyakiti tetangga, yang kuat diantara kami menganiaya yang lemah. Begitulah gambaran kami terdahulu. Kemudian Allah datangkan seorang Rasul diantara kami sendiri, yang kami ketahui nasab, kejujuran, amanah dan kesucian dirinya. Beliau menyuruh kami untuk mengesakan Allah, meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala kami. Beliau juga menyuruh kami untuk berkata jujur, melaksanakan amanat, menjalin hubungan kekerabatan, berbuat kepada tetangga, menghormati hal-hal yang disucikan. Beliau melarang kami berbuat mesum, berkata bohong, mengambil harta anak yatim dan menuduh wanita-wanita yang suci. Beliau menyuruh kami untuk menyembah Allah semata, tidak menyekutukan sesuatu apapun denganNya, memerintahkan untuk mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat dan berpuasa. Lalu kaum kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menimbulkan cobaan terhadap agama kami, dengan tujuan agar kami kembali kepada agama nenek moyang kami, dan agar kami tetap menghalalkan keburukan seperti dahulu. Setelah mereka menekan, berbuat semena-mena, mempersempit gerak kami dan menghalangi agama kami, maka kami pun pergi ke negeri Tuan dan memilih Tuan daripada orang lain. Kami gembira mendapat perlindungan Tuan dan kami tetap berharap agar kami tidak dizalimi di sisi Tuan, wahai Tuan Raja.”