Tim Petisi 100 Ingatkan MK: Jangan Jadi Pengkhianat Konstitusi
Jakarta (SI Online) – Sejumlah aktivis dari berbagai latar belakang yang tergabung dalam Tim UI Watch dan Petisi 100 menggelar diskusi tentang gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).
Diskusi bertajuk “Sidang Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres: MK dan Para Pendukung Adalah Pengkhianat Konstitusi!?” digelar pada Jumat lalu (14/10/2023) di Jakarta.
Anggota Badan Pekerja Petisi 100, Marwan Batubara menjelaskan tujuan diskusi tersebut dilakukan. Pihaknya berharap publik bisa paham situasi dan MK bisa mendengar, juga berharap MK tidak main-main dengan konstitusi dan undang-undang.
Marwan mencoba untuk mengungkap dugaan motif adanya upaya gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden itu.
“Dugaan pertama, ini keinginan Jokowi dan oligarki untuk melenggangkan kekuasaan,” ujarnya.
Dugaan kedua, lanjut Marwan, ada kekhawatiran kalau sudah lengser akan digugat secara hukum maka diperlukan pengamanan dengan menempatkan orang-orang yang nanti kalau terpilih bisa mengamankan kedudukan dan posisinya, syukur kalau tetap dominan. “Kalau anak dengan bapak itu satu paket, jadi harapannya tetap dominan,” tukasnya. Dan dugaan ketiga, dalam rangka berburu rente, kata Marwan.
Kemudian, ia juga mencoba mengungkap modus dibalik ini semua. “Kalau MK konsisten atau kalau masih punya moral itu tidak akan coba cawe-cawe untuk membuat kebijakan dengan menyatakan menerima perubahan menjadi 35 tahun atau pernah menjabat jadi kepala daerah maka boleh menjadi cawapres,” ungkapnya.
Menurutnya, hal ini tidak akan dilakukan MK jika konsisten dengan aturan yang disepakati melalui konsensus nasioanal melalui Pancasila, UUD 45 dan UU Pemilu. “Kita minta supaya MK mengingat amanat reformasi, TAP MPRS Nomor 19 tahun 98 tentang Penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bersih KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Artinya, MK yang lahir dari reformasi kalau tidak memperhatikan amanat tersebut maka bisa disebut juga pengkhianat reformasi,” kata Marwan.
Marwan menyimpulkan dalam gugatan ini ada beberapa modus, yaitu menghalalkan segala cara, mengkhianati konstitusi, melanggar UU, membunuh demokrasi, mengintervensi MK dengan diberi gratifiasi berbagai fasilitas melalui pihak ketiga dari UU MK No. 24 Tahun 2023 menjadi No. 7 Tahun 2020. Kemudian menyandera pimpinan partai, memanfaatkan dana pengusaha atau oligarki.
“Jadi dengan kita paham motif dan melihat modusnya, maka sangat besar potensi putusannya nanti batas usia bisa turun atau dibuat norma baru dengan menambahkan jika pernah menjadi kepala daerah boleh mencalonkan sebagai cawapres,” ujar Marwan.
“Itulah yang kita khawatirkan, dan kita ingatkan MK, kalau anda melakukan itu maka anda sudah menjadi pengkhianat konstitusi, reformasi dan demokrasi,” tandasnya.
Selain Marwan, hadir juga dalam diskusi tersebut antara lain Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, Ahli Hukum DR Ahmad Yani SH MH, Aktivis Senior DR Eggi Sudjana SH MSi dan Ahli Ilmu Politik Prof Chusnul Mari’yah.
Untuk diketahui, MK telah menjadwalkan putusan usia capres cawapres pada Senin har ini, apakah minimal tetap berusia 40 tahun atau turun. Atau malah diberi batas usia maksimal.
Berdasarkan jadwal sidang yang dilansir website MK, Selasa (10/10), keluar jadwal sidang putusan tersebut yaitu pada Senin 16 Oktober 2023.
red: adhila