Pertama Kali, JIC Gelar Gebyar Difabel
Jakarta (SI Online) – Menjadi rangkaian acara HUT DKI Jakarta ke-497, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (PPIJ) menghelat Gebyar Difabel bertema “Mata Hati Kedua, Menembus Batas Cakrawala”, Rabu (10/07/2024).
Acara yang berlangsung pada 10-11 Juli 2024 ini diisi oleh ragam kegiatan yang di antaranya ekspo produk difabel dan bazar kuliner, award hafidz difabel, talk show, workshop dan training pemberdayaan kaum difabel, nobar bioskop berbisik, pentas ekspresi seni, membatik, aneka lomba, musikalisasi puisi dan launching café difabis JIC.
Kepala Divisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Syariah, Edi Sukardi mengatakan, gelaran Gebyar Difabel ini adalah sebagai bentuk dukungan PPIJ terhadap Pemprov DKI Jakarta yang perhatiannya begitu tinggi terhadap para penyintas difabel.
“Kami sebagai kepanjangan tangan dari Pemprov DKI Jakarta, Provinsi yang meraih penghargaan sebagai Provinsi Ramah Disabilitas, untuk itu PPIJ senantiasa mensupport dan melakukan upaya-upaya untuk membuat program-program yang beriringan dengan Pemerintah DKI Jakarta dan dalam hal ini adalah digelarnya acara Gebyar Difabel,” terang Kiai Edi dalam sambutannya di Lobby Convention Hall JIC.
Kepala Pusat PPIJ, KH Didi Supandi menjelaskan, istilah difabel itu pertama kali dicetuskan pada konferensi disabilitas di Singapura.
“Difabel itu diambil dari kata differently abled yang diartikan perbedaan kebisaan atau kemampuan. Jadi semua orang itu memiliki kemampuan ataupun keterampilan yang berbeda-beda,” terang Kiai Didi.
“Istilah differently abled , kemampuan yang berbeda-beda itu tidak mengurangi teman-teman di sini untuk berkarya, memberikan konstribusi, dan memberikan inspirasi,” tambahnya.
Kiai Didi lebih lanjut mengatakan bahwa Islam sangat mengapresiasi dan memuliakan kaum disabilitas. Bahkan menurutnya Islam tidak menggolongkan kaum difabel ini ke dalam kelompok mustadh’afin, orang-orang yang lemah.
“Surah Abasa adalah bentuk apresiasi Islam terhadap kaum difabel, yang mana Rasulullah ditegur oleh Allah SWT karena Rasulullah saat itu agak berpaling ketika kedatangan sahabat tuna netra Abdullah bin Umi Maktum,” terang Kiai Didi.
Bahkan dalam Surah Al-Hujurat ayat ke-13, lanjut Kiai Didi, Islam melarang keras menghina, memandang sebelah mata kepada saudara kita kaum difabel.
“Quran surah Al-Hujurot 13 menyatakan bahwa, kemuliaan anak manusia itu bukan pada fisiknya, bukan warna kulitnya, bukan suku atau bangsanya, akan tetapi kepada ketakwaannya,” jelas Kiai alumni International Islamic University Malaysia.