Izin Impor Gula 2015 Tak Rugikan Negara, Kejagung Ilusi
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang atas pemberian izin impor Gula Kristal Mentah tahun 2015 kepada perusahaan swasta PT AP, sehingga merugikan keuangan negara Rp400 miliar.
Pernyataan kerugian keuangan negara dalam kasus impor Gula Kristal Mentah ini sangat aneh dan tidak masuk akal.
Pada hakikatnya, kerugian keuangan negara disebabkan oleh dua hal. Pertama, pengeluaran negara dari APBN lebih besar dari seharusnya, misalnya mark up. Kedua, pendapatan yang diterima negara lebih rendah dari seharusnya. Hal ini sering terjadi di bidang penerimaan pajak dan bea cukai.
Dalam hal pemberian izin impor Gula Kristal Mentah, kerugian keuangan negara dari kedua kemungkinan tersebut nihil, atau tidak mungkin terjadi sama sekali.
Karena, pemberian izin impor tersebut pasti tidak ada pengeluaran uang negara dari APBN, sehingga tidak ada potensi markup. Dan pemberian izin impor tersebut juga tidak dipungut biaya, alias gratis, sehingga tidak ada potensi penerimaan negara lebih rendah dari seharusnya.
Memang dalam pemberian izin impor bisa saja oknum pejabat negara minta kompensasi, atau fee, atau uang suap, seperti sering terjadi di kementerian yang menggunakan sistem kuota, baik impor atau ekspor. Antara lain, impor produk hortikultura, ekspor benur lobster.
Tetapi, kasus suap inipun tidak ada kerugian keuangan negara, tetapi masuk tindak pidana korupsi.
Apakah Tom Lembong menerima suap? Sejauh ini jaksa tidak menemukan bukti aliran dana kepada Tom Lembong. Oleh karena itu, berdasarkan azas praduga tidak bersalah, Tom Lembong tidak menerima suap dan karena itu tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Jadi, bagaimana Kejagung bisa menghitung ada kerugian keuangan negara mencapai Rp400 miliar, yang dikaitkan dengan kasus impor Gula Kristal Mentah Tom Lembong?
Ooh, ternyata.
Ternyata, Kejagung memhubungkan-hubungkan kasus impor Gula Kristal Mentah (Tom Lembong) dengan kasus penjualan Gula Kristal Putih PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), PPI, sebuah perusahaan BUMN.
Padahal keduanya merupakan dua kasus atau dua peristiwa yang terputus, atau terpisah sama sekali.
Yang satu ada di sisi hulu industri untuk produksi Gula Kristal Rafinasi untuk keperluan industri, dan yang satu lagi ada di sisi hilir distribusi (atau penjualan) untuk keperluan konsumsi.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan peta industri gula di Indonesia: