SUARA PEMBACA

Pelecehan Seksual di Kampus, Salah Siapa?

Pelecehan seksual sering kali disamakan sebagai kekerasan seksual. Akan tetapi, pada hakekatnya kekerasan seksual mengacu kepada kontak atau tindakan yang mengarah pada seksualitas antar individu, bisa berupa kontak fisik yang terjadi tanpa persetujuan korban. Biasanya tindakan ini bersifat kriminal.

Adapun, pelecehan seksual menurut Equel Employment Opportunity Commision (EEOC) merupakan tindakan berupa rayuan, permintaan seksual, serta pelecehan secara lisan atau fisik lainnya yang bersifat seksual di tempat kerja maupun lingkungan pendidikan yang melanggar hukum perdata. Artinya, pelecehan seksual memiliki arti yang lebih luas dibanding kekerasan seksual.

Seperti yang terjadi di Palembang, mahasiswa Universitas Sriwijaya (UNSRI), Ogan Ilir, Sumatera Selatan, diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh oknum BEM. Meski belum ada korban yang membuat laporan kepolisi, namun banyak pihak meminta agar pihak kampus segera turun tangan mengusut masalah ini.

Rahmad Riady, mantan pengurus BEM UNSRI 2021-2022 menyatakan pihaknya sangat menyayangkan keterlambatan pihak birokrasi kampus (rektorat) dalam menangani kasus tersebut. Rupanya, kasus serupa pernah terjadi dan sangat mencoreng nama kampus.

Pelecehan seksual saat ini kerep terjadi hampir di seluruh kalangan masyarakat, baik lingkungan sekolah, keluarga, tempat kerja, bahkan di kalangan kampus sekalipun. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelecehan seksual. Pertama, faktor individu. Pelaku memiliki perilaku agresif, menerima kekerasan atau menggunakan alkohol dan narkoba.

Kedua, faktor hubungan. Pelaku memiliki riwayat kekerasan dalam keluarga atau pergaulan dengan teman sebaya yang agresif secara seksual. Ketiga, faktor masyarakat. Masyarakat toleran terhadap pelecehan seksual atau lemahnya sanksi masyarakat terhadap pelaku.

Keempat, faktor lingkungan kemasyarakatan. Masyarakat mendukung kelebihan laki-laki dan hak seksual, atau mempertahankan kekurangan atau kelemahan seksual perempuan. Kelima, faktor budaya. Budaya patriati yang mengakar kuat di Indonesia membuat perempuan dianggap sebagai harta milik laki-laki.

Keenam, faktor situasi. Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja dan korbannya dapat berasal dari berbagai latar belakang. Ketujuh, faktor pelaku. Pelaku melakukan rayuan seksual yang tidak dikehendaki korban dalam bentuk halus , kasar, terbuka, fisik maupun secara lisan dan tertulis. Pelecehan seksual juga dapat terjadi karena adanya keinginan dari pelaku, kesempatan untuk melakukan pelecehan, dan stimulus dari korban.

Seseorang akan tergerak melakukan pelecehan seksual biasanya dipicu oleh konten pornografi melalui internet. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, baik aktivitas di dalam ruangan maupun luar ruangan yang tanpa batas bisa menyebabkan terjadinya pelecehan seksual. Di tambah lagi minimnya pengetahuan tentang ilmu agama bagi setiap individu dan penampilan yang seksi bagi perempuan, memperlihatkan lekuk tubuh, berdandan berlebihan, memakai parfum yang menyolok, sehingga merangsang syahwat kaum laki-laki.

Penerapan sistem sekuler yang diterapkan di negara kita saat ini menjadi salah satu alasan memgapa pelecehan seksual masih terus terjadi. Sistem sekuler adalah sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Pada sistem ini setiap individu bebas bertindak dan berbuat apa saja yang diinginkannya untuk meraih kepuasan duniawi, tidak menerima pengawasan orang lain, serta menolak untuk dibatasi kebebasannya. Agama tidak lagi dijadikan sebagai standar halal haramnya suatu perbuatan.

Pelecehan seksual termasuk dosa zina dan zina adalah kejahatan dan dosa besar. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Isra’ [17]: 32 yang artinya, “janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu tindakan keji dan jalan yang buruk.”

Di dalam Islam aktivitas kehidupan antara pria dan wanita di atur terpisah. Berkhalwat dan ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita juga diharamkan. Ikhtilath diperbolehkan di tempat umum untuk tujuan yang dibenarkan oleh syarak, seperti jual beli, umroh, haji, dan sebagainya. Dengan adanya pemisahan secara total dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara, maka stimulasi rangsangan seksual ini pun bisa dihilangkan.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button