SUARA PEMBACA

Kapitalisasi Pendidikan Berbuah Perundungan

Orang miskin dilarang sekolah adalah sebuah keniscayaan dalam naungan sistem kapitalisme saat ini. Pendidikan makin hari makin mahal. Menjadi barang mewah yang susah dikecap. Padahal, pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dirasakan oleh seluruh rakyat.

Mirisnya, pendidikan dalam pusaran kapitalisme berbuah segudang problematika seperti yang dialami oleh Kamila, orang tua dari anak berinisial IM, siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Abdi Sukma di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), yang kisahnya tengah viral beberapa hari ini.

Ya, menunggak bayar SPP, membuat seorang guru berinisial H menghukum siswanya IM untuk duduk di lantai dan tidak boleh mengikuti pelajaran. Kamila, orang tua IM, memang menunggak membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan. Menurut pengakuan IM, bukan sekali saja sang guru menghukumnya dengan hukuman yang sama. (Suara.com, 14 Januari 2025).

Tindakan guru H jelas membuat masyarakat mengelus dada. Sebab, mengecap pendidikan merupakan hak seluruh rakyat maka seharusnya pendidikan dapat disediakan secara murah bahkan cuma-cuma oleh negara. Sehingga orang yang tidak mampu tepat dapat memperoleh ilmu.

Sayang, kerap kali kenyataan tak sesuai harapan. Saat ini, pendidikan seolah menjadi barang mewah bagi sebagian kalangan masyarakat. Pasalnya, negara yang mengabdi pada sistem kapitalisme tidak hadir dalam mengurus kebutuhan pendidikan rakyat. Sekolah pun dibangun ala kadarnya.

Ironisnya, negara justru tak malu-malu menyerahkan urusan pendidikan ini kepada swasta yang berorientasi mengeruk pundi-pundi keuntungan. Inilah tanda kapitalisasi pendidikan, yakni menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis. Siapa yang mampu membayar niscaya akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya, siapa yang tidak mampu membayar, bersiap-siap memetik perl[]akuan seperti siswa IM di Medan. Inilah akar masalah yang menyebabkan pendidikan tidak merata dikecap oleh rakyat. Orang yang tidak mampu susah mengakses pendidikan, karena mereka tidak menjadi prioritas.

Pendidikan berkualitas yang dapat diakses oleh seluruh rakyat niscaya dapat terwujud andai sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam naungan negara. Sebab, paradigma Islam mendudukan ilmu sebagai cahaya yang mampu menjauhkan manusia dari kebodohan dan kekufuran. Sehingga akal dan hati manusia lebih mudah terarah pada ketaatan.

Allah SWT berfirman, “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (TQS Al-Hajj [22]: 54).

Islam memandang bahwa pendidikan menjadi hak seluruh rakyat. Sebab, melalui pendidikanlah seseorang mendapatkan ilmu. Pandangan ini merupakan hukum syariat yang tersirat dalam perbuatan Baginda Rasulullah Saw ketika beliau menjadi kepala Daulah Islam di Madinah.

Menurut Kitab Dar ar-Risalah al-’Alamiyyah katanya Abu Dawud Sulayman, Baginda Rasulullah Saw menyediakan sebuah fasilitas di sisi Utara Masjid Nabawi yang disebut Shuffah. Fasilitas ini menjadi hunian bagi fakir miskin dari kalangan Anshar, Muhajirin, dan para pendatang dari orang-orang asing. Salah satu kegiatan di Shuffah adalah belajar membaca dan menulis. Salah satu pengajarnya adalah Ubadah bin Shamit. Ia mengajar sebagian penduduk Shuffah menulis dan Al-Qur’an. Selain di masjid, juga berdiri Kuttaab di Madinah sebagai tempat mengajar. Kuttaab adalah ruangan kecil untuk mengajar anak-anak membaca, menulis, dan menghafalkan Al-Qur’an.

Baginda Rasulullah Saw juga membuat kebijakan bagi para tawanan Perang Badar, yakni tebusan bagi mereka bisa dengan mengajar anak-anak penduduk Madinah. Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas ra, “Ada beberapa tawanan pada hari Perang Badar yang tidak memiliki tebusan, Rasulullah Saw menjadikan tebusan mereka adalah dengan mengajarkan anak-anak kaum Anshar menulis.”

Perbuatan Baginda Rasulullah Saw tersebut merupakan dalil bahwa mendapatkan ilmu adalah hak bagi setiap individu. Perbuatan Baginda Rasulullah Saw juga menjadi landasan politik dalam aspek pendidikan, yakni menjadi kewajiban negara menjamin terselenggaranya pendidikan berkualitas yang murah bahkan cuma-cuma bagi rakyat, baik kaya maupun miskin, baik cerdas maupun tidak.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button